vanillaeste

Dirumahnya Cece.

“Meme kok luwama seh, mosok anak ini nyasar” Keluh Bastian yang sudah lama menunggu kedatangan mereka bertiga, Meme Biu dan Jobby

Cece yang nampak melihat ke arah luar pun ikut mengeluh “Iyo cik, mosok arek ini kesasar”

“Opo tah ndee kenapa2 ndek jalan yo” Ucapan Cece membuat ke 5 orang yang disana pun langsung memasang wajah khawatir

“He kamu jangan bilang kayak gitu, Baby . mungkin dia lagi beli bensin” Balas Nata sambil menghampiri Cece dan menepuk bahunya.

Bian yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya pun berbicara,“Pasti habis ini sampe”

“Emang meme nge chat km tah?” Tanya Jeff yang berada di sampingnya

“Inio tadi aku di chat sama Biu, katane udah mau sampe dan lagi ndek depan komplek” Jawabnya sambil menunjukan layar ponsel yang terlihat ada room chat Biu disana.

tak lama kemudian, suara klakson pun terdengar di telinga mereka.

“He kalian ngapain ndek depan sini?” Tanya Jobby yang mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil

“Yo nungguin kalian lah, luwama poll seh, ngapain dulu km me?” Tanya Cece sambil berkacak pinggang.

Meme nampak kesal saat keluar dari mobil, dan menutup pintunya sedikit agak kasar, “Jancok, inio ko jojo luwama banget cik, mboh meh pindah rumah paling” ucapnya ketus dan memandang sinis ke arah Jobby.

Semua terlihat sedang memaki maki Jobby, dan seperti biasa Jobby hanya cengar cengir dan tidak merasa bersalah sedikitpun.

“Tadi loh, ko jobby iku luuuwama polll loh koh, wes kudu tak tinggal ae aku males” Ucap Meme pada Bian yang nampak bersender di Mobil milik Cece

Bian terkekeh,“Kan koko wes bilang, jobby iku luwama nek rapi2” Ucapnya sambil sedikit tertawa

Meme memandang kesal ke arah Jobby dan mengalihkan pandangannya lagi ke arah ponselnya,“Koh bian tadi knp nelfon banyak banget yo?”.

Bian menoleh Meme yang sedang menunduk melihat ponselnya, “Yo km tadi lama bgt, tak kirain knp2 ndek jalan mangkanya tak telfon”

“Cie perhatian banget, koko suka yo sama aku” Meme menggoda Bian sambil sesekali menyenggol lengan pemuda yang ada di sampingnya

“Ya ndak gitu, kan takute kalian knp2 gituloh”

Mereka berdua melanjutkan pembicaraan dan sesekali Meme juga menggoda Bian dan salting sendiri.

“Jancik itu anak dua malah pacaran loh, liaten” Ucap Nata sambil mengarahkan kepala wanita itu supaya melihat ke arah Meme dan Bian

Cece terkekeh,“Biarin lah, ada kemajuan itu kokomu wes rodok mencair”

“He yaapa nek kita berangkat saiki se?” Ucap Cece pada 7 kurcaci yang sedang asik berbicara sendiri²

“Iya gaapa berangkat sekarang aja daripada kemaleman” Balas bastian sambil melihat jam yang melingkar di tangannya

“Me ayok me, ojok pacaran ae kamu” Cece berteriak pada Meme yang masih berbincang bersama Bian.

“He kamu semobil sama aku aja yo, sama Nata juga ko Bian” Cece berbicara sambil merangkul pundak Meme,

“Yaudah bearti lainne naik ke mobil nya Meme”. Ucapan Cece ini langsung di setujui oleh mereka semua

“Kamu aja seng nyetir, Bas” Kata Jeff sambil melangkah masuk ke mobil Meme

“Ini cowok cowok tok? cik enak men Bian ambek Nata bisa ndusel ndusel” Keluh Jobby saat sudah berada didalam mobil yang berisikan 4 orang lelaki semua

“Cok i, km iku wes telat. ojok sambat ae” Biu menoyor kepala Jobby hingga membuatnya sedikit kejedot ke kaca mobil

“Aku aja seng nyetir, Nat” Kata Bian sambil melangkah ke arah kemudi

“Nantik ae nek wes setengah jalan, Koko gantikno aku” Sahutnya

“Oh yawes nek gitu” Bian menganggukkan kepalanya dan pergi ke bagian belakang

“Ndoh, katae ko bian meh nyetir” Ucap Meme yang sudah berada didalam mobil

Sambil memposisikan duduknya disebelah Meme, Bian menjawab,“Katanya nantik aja nek wes setengah jalan”. Meme hanya mengangguk kan kepalanya dan terlihat sedang memakai headset

“Wes ta me? Gaada seng ketinggalan? Ko Bian? Baby? kalian wes gaada seng ketinggalan?” Cece berkata sembari menatap mereka secara bergantian dan mereka menggelengkan kepala memberi isyarat bahwa tidak ada yang tertinggal

“Okeeee, nek gitu mari kita lets gooooo” Ucap Cece semangat


“Kon tadi luwama iku leren lapose, cok?” Tanya Jeff yang berada di kursi depan bersama dengan Bastian.

“Perutku sakit cok, terus tadi yo aku blm selesai packing” Jelasnya sambil memgang perut, alasan?

“Alesan cok, wong katae bunda mu aja kon sek blm packing dari pagi su” Bantah Biu sambil kembali menoyor kepala Jobby

“Najis cok, lanang mbijukan” Tambah bastian

-

“He km lak hafal se jalane?” Tanya Nata sambil sesekali melirik ke arah Cece

“Iyo santai aja, akutuh udah hafal meskipun aku lama ndek london” Tambahnya sambil melihat ponselnya

“Dengerin opo km, Me?” Tanya Bian yang sedari tadi melihat Meme asik mendengarkan lagu melalui headset nya.

Meme yang merasa diajak bicara pun langsung menggeser posisinya lebih dekat ke arah Bian, “Oalah inio aku lagi dengerin lagunya Ash Island”

“Sini dengerin” Meme memasangkan sebelah headsetnya ke telinga bian dan nampaknya Bian menikmati musik itu

“Ini why do u say, bukan?” Tanya nya sambil melihat ke arah Meme yang sudah tertidur di pundaknya

“Padal baru ae ngoceh, lakok wes tidur” Celetuk Cece yang mendapati Meme sudah tertidur pulas di pundak Bian

“Km gak bisa senderan ndek aku kayak Meme” Ledek Nata sambil melihat ke arah Cece

“Yo nantik nek gantian nyetir lak aku bisa tidur ambek kamu” Balasnya

“Beneran yo tidur sama aku?” Tantangnya sambil memegang tangan Cece

“Nat cangkemu ojok mesum ae” Sahut Bian sambil sedikit menendang kursi Nata.

SEKOLAAAHHHH

Sudah seminggu, Cece memulai semester baru disekolah yang sama dengan Meme. Ya begitulah harinya, seperti anak sekolah pada umumnya. Namun Meme baru memperkenalkan semua temannya pada Cece hari ini.

“Kamu gak pengen ke kantin atau ke mana gitu Me, mumpung masih pagi? Kenapa harus melihat manusia-manusia dari atas sini.” celetuk Cece sambil bersandar pada pagar pembatas dilantai atas, tepat dibalkon kelas mereka.

Meme menghela nafas panjang sebelum menoleh, “Kamu iku meh tak tunjukin kelas-kelasnya, soale nek dari atas sini iku keliatan kabeh.”

Semenit kemudian Meme sudah sangat sibuk menunjuk beberapa kelas dan beberapa ruangan yang terlihat dari atas sini kepada Cece. Sedangkan yang diberitahu hanya mengangguk-angguk tanpa melihat dan malah fokus pada gerombolan yang sedang bermain futsal dilapangan outdoor.

Pandangan Cece tertuju pada pemuda yang terlihat paling mencolok diantara yang lainnya, dengan hanya bermodalkan kaos oblong putih dan celana osis juga rambut yang berterbangan saat dirinya menggiring bola.

“Heh Me, is that Nathanael my luv??” tanya Cece bersemangat sambil menunjuk kearah pemuda yang saat ini sedang menyugar rambutnya yang sedikit basah kebelakang.

Meme langsung mengalihkan pandangannya kearah pemuda yang dimaksud lalu menggangguk saja, “Yoo itu Nata,”

Cece terkikik sembari mengeluarkan ponsel dan langsung menjepret beberapa foto Nata, “Ternyata bener katamu yo, kalo dia anak sepak bola.”

Meme mendecak, “Mangkanya jangan ngeyel aja nek dibilangin.”

“But why, he’s playing football isuk-isuk gini, lakyo keringetan nanti.”

“Terserah dia lah.” sahut Meme acuh tak acuh.

“Terus seng itu siapa yo?” kali ini Cece menunjuk ke arah segerombolan pemuda yang berjalan beriringan kearah kantin.

“Oh itu Bastian, anak kelas 3, kelasnya ada ndek bawah sini.” sahut Meme santai sambil menunjuk pada salah satunya yang berkacamata membuat Cece mendecak keras.

“Ck, bukan iku jancikk yang ndek sebelahe ituloh. Sok cool banget pake sweater.” tunjuk Cece pada pemuda lainnya yang memakai sweater hitam dan sedang sibuk menunduk melihat handphone nya.

Meme tampak memfokuskan pandangannya sebelum mengangguk mengerti, “Oh ituuu, itulohhh sapa seh namae hmm. Siapa yooo?” kata Meme sambil mencoba mengingat nama pemuda yang dimaksut. “Ah gak tau lah jancok, nanti ae tak tanyain ke Bastian.” lanjut Meme menyerah.

“Bastian cowokmu tahh?” tanya Cece dengan polosnya membuat Meme ternganga.

“Nguwawor ae. Nanti ae tak kenalin sama itu Bastian dkk.”

“Kenapa gak sekarang ajaaa?? Aku meh melihat Nata main bola.”

“Aku males nek sekarang, soale nek jam segini iku jelas ada banyak banget cowok seng nongkrong ndek sekitaran kelas e mereka. Cewek e juga mbikin males, apalagi mereka dikantin.” keluh Meme sambil menghela nafas panjang.

“Sekarang aja gak sehh??? Nanti kata Papiku meh ada rapat jadie jamkos sampe istirahat.” papar Cece membuat Meme kembali menghela nafas sebelum akhirnya mengangguk.

“Tapi nanti aja jam pertama atau jam kedua, aku meh ke perpus dulu pinjem komik.” kata Meme membuat Cece mengangguk semangat dan berjalan mengekori Meme kearah perpustakaan diujung gedung.


Sesuai janji, Meme akan mengenalkan Cece pada Bastian dan kawan-kawan setelah dia meminjam komik di perpustakaan sekolah.

Kini keduanya sudah berjalan masuk kearah kantin dengan Meme menenteng dua komik one piece edisi terbaru.

“Duduk sini ae, itu nanti lak mereka nyamper kesini.” Meme berkata sambil meletakkan komiknya di meja.

Dan seperti yang sudah diduga, tak lama kemudian Bastian dan lainnya menghampiri.

Bastian mengulas senyum ke arah Meme kemudian menyapa, “Tumben kamu ndek sini, ini siapa?”

“Oh, ini, Cece. Seng tak ceritain kemaren itu yang pindahan dari London,” sahut Meme sambil menunjuk ke arah Cece yang sudah tersenyum lebar.

“Hehe, hallo everyone, mulai sekarang kalian juga temanku.” seru Cece membuat semuanya serentak terkekeh pelan dan menganggukkan kepala mengiyakan.

“Why you here??????” pekik Cece yang mendapati sosok Jeff yang melangkah mendekat dengan satu cup besar minuman.

“Loh kalian wes saling kenal?” celetuk Biru yang datang bersama dengan Jeff.

“Yo kenal, kan Cece ini pacarku, yaapa seh kalian ini.” sahut Jeff dengan bangganya dan langsung mendudukan diri didepan Cece.

Cece menatap sinis ke arah Jeff sebelum memukul pelan kepala pemuda itu menggunakan sendok, “Pacarmu your ndas. Shut up before i slepet you ambek karet nasi kucing.”

Akhirnya setelah berkenalan dengan keempat pemuda baru yang Cece tau bernama Bastian—si pemuda berkacamata, Biru atau seringnya disapa Biu—pemuda dengan hidung mancung dan lesung pipi, Jobbian—si mulut petasan dan si tiang, dan yang terakhir si kulkas seribu pintu —Bian. Jeff nggak dihitung soalnya udah kenal.

“Nat sinio gabung,” Biru berteriak pada pemuda yang tengah celingukan mencari tempat sambil memegang sebotol pocari yang tinggal setengah.

Pemuda itu mengangguk dan langsung menghampiri mereka. “Nahh ini baru pacarkuu, ya ga bro???” celetuk Cece membuat Nata tertawa keras sebelum mendudukkan diri disamping Cece.

“Tolong lah ya, kamu itu jangan jadi jablay ndek sini.” semprot Jeff sambil melemparkan gulungan tisu kearah Cece yang membuat gadis itu mencibir.

Nata yang sudah duduk disamping Cece pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kedua orang itu.

“Kenapa kamu tadi pagi wes main bola yo???” tanya Cece sambil menatap pada pemuda disampingnya mengabaikan Meme yang berada disebelahnya.

Nata menoleh ke arah Cece, “Olahraga pagi lah baby, emang apalagi???”

“Hmmm tapi masih wangi sihh. Kamu ganti parfume yo???” Cece berkata sambil mendekat ke arah Nata.

“Lahh udah akrab aja sampe hafal parfume ganti???” celetuk Jobbian membuat Cece maupun Nata terkekeh.

“Iyo dia seatmate ku ndek kelas.” sahut Nata sambil menenggak pocari miliknya hingga tandas.

Jobbian mengangguk saja lalu lanjut bermain game bersama yang lain.

“Iya aku ganti parfume, seng kemarin habis terus pas beli lagi sold out.” kata Nata sembari menoleh kearah Cece yang masih menatapnya, “Gimana?? Baunya enak seng mana??”

Cece memajukan badan untuk lebih membaui pemuda itu sebelum menyeletuk, “Ish baunya enak yang inilah lebih freshy. Parfume mu seng kemaren bau jamet.”

Nata melolot tak percaya dengan apa yang didengarnya, “Babyy seriously??? Parfume ku kemaren hargae 5 jutaaa.”

“Parfume opo jancikk kok bisa-bisanya dikatain jamett???” tanya Jeff sambil mendongak setelah sibuk push rank dengan Jobbian dan Bastian.

“Tom Ford jancokkk, masa dikatain bau jamet???” Nata protes sambil menatap sinis kearah Cece yang mencibir ditempatnya.

Meme terkekeh ringan ditempatnya sambil sesekali mencomot kentang goreng dari piring milik Bian disampingnya.

“Kak, ini tak makan gak apa seh??? Opo gak boleh??” tanya Meme membuat Bian yang merasa diajak bicara hanya mengangguk lalu beralih mendorong piring berisi kentang goreng itu mendekat kearah Meme.

“Nggak apa, makanen ae.”

“Ini kalian berlima itu sekelas semua kah??” tanya Meme pada semuanya saat mereka serempak meletakkan ponselnya keatas meja, menyudahi permainan game onlinenya.

“Iyo sekelas semua.” jawab Jobbian membuat Meme mengangguk saja.

“Bas, nanti anterno aku yo beli maklor,” kata Jobbian pada Bastian yang sedang berbincang dengan Biru disampingnya.

“Males males, nanti mesti kamu melipir melipir cokk. Gak ada itu agenda beli maklor tok.”sahut Bastian sinis.

“Maklor itu apa?” tanya Cece polos membuat semuanya kini memandang Cece takjub dengan gadis itu tidak tau apa itu Maklor. Ya terkecuali Meme, karena dia sudah tau kalau Cece ini newbie dalam hal jajanan Indonesia karena lama diluar negeri.

Nata mengerjapkan matanya, “Baby, do you really not know apa itu maklor?” tanyanya yang langsung diangguki oleh Cece.

“Nggak,” Cece menggeleng sebelum menoleh kearah Jeff, “Jepp, maklor itu sejenis apa sih???” tanya gadis itu membuat Jeff tertawa keras lalu menepuk bahu Jobbian keras. “Kasih tau cokk.” kata Jeff.

“Maklor itu makaroni yang dikasi telur, mosok gitu ae gak tau?” Jobbian menjelaskan sambil sedikit gondok, bisa-bisanya orang didunia ini nggak tau apa itu maklor.

Meme menghela nafas panjang, “Yo soale dia ini dari kecil ndek luar negeri, dan baru balik ini langsung sekolah kelas 2. Belum tak ajakin nyari jajanan jametmu itu Koh, makanya dia gak tau apa itu maklor.” kata Meme menjelaskan pada semuanya yang dibalas anggukan saja, kecuali Jeff yang masih saja tertawa.

“Jeff kamu diemo yaapa sehh?? Apa perlu itu mulutmu tak kasih karet gelang biar menutup dan gak memberikan polusi suara berlebihan???” celetuk Cece sembari mengeluh kearah Jeff yang masih saja tertawa.

Cece kemudian menghela nafas panjang sebelum menoleh kearah Bian yang sedari tadi hanya diam, “Koko seng ini lagi sariawan tah? Kok diem aja daritadi. Apa nggak suka ambek aku????” tanya Cece sembari menatap Bian yang hanya terdiam ditempatnya. “Koko jangan diem aja, nanti ketempelan yaapa kan sayang.”

“Sayang kenapa?” sahut Bian akhirnya merespon.

Cece mengerling, “Heheehe gak apa-apa kok sayang, makasih udah perhatian.”

“WOYYYY.” semuanya serempak berseru membuat Cece mencibir.

Bian hanya menyunggingkan senyumnya sebelum menyesap es teh miliknya, mengabaikan yang lainnya yang masih meledek Cece.

Meme disamping Bian dibuat bengong oleh suara dan sedikit senyum pemuda itu, dan saat Bastian mendapati Meme yang membuka mulutnya itu pun langsung menutupinya dengan tangannya.

“Biasa aja lah, nanti mulutmu dimasukin lalat loh.” celetuknya sambil menutupi mulut Meme.

Cece yang melihat adegan itupun berbisik pada Nata. “He ini Meme sama Koh bastian emang gaada apa apa yo??? Ini semacam friendzone atau apa yoo??”

“Gak tau lah, bukane seng ada apa apa itu kamu sama Koh Jeff ya?? Kamu pacaran yo ambek Koh Jeff?” celetuk Nata membuat Cece langsung menoleh ke arahnya dan menggelengkan kepalanya, “Nggak anjirrr. He’s my cousin, Koko ku dia tuh.”


“Koh, nanti aku minta tolong diajarin bab ini ya.” kata Meme sambil menunjukan halaman buku ke arah Bastian yang hendak pulang.

“Apase? Mana liat” kata Biu mendekat lalu ikut melihat buku yang di pegang Meme.

“Oalah ini mah gampang, yo bagi Bastian se haha,” lanjut biu setelah membaca soal dibuku Meme sembari tertawa.

“Iyo nanti kamu chat aja. Aku kate nganterin Biu dulu iniloh,” kata Bastian sambil menunjuk Biu yang menyengir dengan dagunya.

Meme mengangguk saja lalu setelahnya Bastian bersama dengan Biu melangkah menjauh.

“Kamu beneran gaada apa apa sama Bastian?” celetuk Cece dari belakang mengejutkan, membuat Meme sedikit berjengit kaget.

“Ngagetin cokkk. Wes wes karepmu ae meh mikir gimana,” kata Meme pada akhirnya pasrah, “Ayoo kamu pulang apa ndak???”

Cece mendecak sebelum berlari kecil menyusul Meme yang sudah berada jauh didepan.

“Sopo lagi ini seng mbok bully Nat,” celetuk Meme saat melihat Nata sedang menyeret pemuda yang satu tingkat lebih muda.

Nata terhenti, dan menghela nafas panjang, “Sopo juga seng meh membully seh, wong aku loh meh ngajakin anak ini main bola, but he doesn't want to.”

“Nata, jangan gituu, nggak baik.” seru Cece.

Nata lagi-lagi menghela nafas saat dirinya merasa dipojokkan oleh dua gadis itu, “Baby, i just want to invite him to my football club. Ada sparring tonight and less members.”

“Jancok apaseh, wong gendeng iki,” semprot Meme sambil melewati Nata dan menghampiri pemuda yang dibawa oleh Nata tadi, “Wes ayo pulang Bim, ojok didengerin iku pasangan PBB.” ucap Meme sambil meninggalkan mereka berdua.

“Who is that guy???” tanya Cece sambil berjalan menyusul Meme yang sudah mendahuluinya bersama Nata yang sekarang sudah berjalan beriringan dengannya.

“Bimantara, anak kelas 1-4 meh tak ajakin gabung clubku, soale pinter anak itu nek menyerang.” sahut Nata sambil merangkul Cece yang berada disampingnya.

“Kamu kok mau seh dipaksa paksa ambek Nata?” kata Meme sambil menggandeng tangan Bima sambil sesekali melirik sinis kearah Nata yang juga menatapnya seperti hendak mengajak ribut.

Bima terkekeh,”Lah aku tiba tiba ditarik e tadi sama Mas Nata.”

“Gausah dipanggil Mas, wong arek kayak gitu kok mbok panggil Mas. Gak cocok blass rupane.” sahut Meme yang membuat Bima tertawa lepas.

Nata yang berada dibelakang mereka mendecak keras, “Ini malah ngajarin seng gak baik loh. Arek wedok gendeng.”

“Mangkane tah nek meh ngajak main iku seng bagus, ojok di seret seret ae.” semprot Meme membuat Nata mencibir, Bima yang berada disampingnya hanya mengangguk mengiyakan.

Nata dari belakang menepuk pelan bahu Bima, ”Yooo, maaf. Ayok main bola ambek aku, Bim. Nanti malem, share location rumahmu ae nanti tak jemput.”

“Iya boleh deh.” Bima mengangguk mengiyakan, membuat Nata tersenyum lebar.

“Kamu pulang sama Meme?? Kalo enggak i’ll drive you home, baby.” kata Nata kearah Cece.

“Nope, aku pulang sama Koh Jeff. Tuh udah standby,” jawab Cece sembari menunjuk kearah maserati milik Jeff yang sudah terparkir didepan gerbang masuk gedung sekolah.

“Me, ayoo lets go,” seru Cece sambil menarik tangan Meme yang langsng ditepisnya.

Meme menggeleng keras, “Aku mau beli buku dulu, wes gakpapa kamu duluan o aja.”

“Hmm yowes terserah, hati hati loh ya kamu, ojok menggak menggok dan langsung pulang aja nek wes selesai, im watching you.” kata Cece mewanti wanti Meme.

Meme melambaikan tangannya setelah Jeff membunyikan klakson untuk berpamitan.

“Tak anter ayo.” celetuk Nata yang masih berada dibelakang Meme.

Meme menoleh lalu menggeleng dan lanjut mendorong Nata kearah mobilnya, “Nggak wes, nanti aku dikatain pelakor ambek gendaanmu seng buanyak e ngalah-ngalahin asrama putra putri.”

“Hahahahaha bangsattttt, gak ngono cok.” Nata tertawa keras sebelum mengangguk lalu masuk kedalam mobil dan perlahan meninggalkan Meme yang masih berdiri disana mengamati mobil Jeff dan mobil Nata yang menghilang.

SEKOLAAAHHHH

Sudah seminggu, Cece memulai semester baru disekolah yang sama dengan Meme. Ya begitulah harinya, seperti anak sekolah pada umumnya. Namun Meme baru memperkenalkan semua temannya pada Cece hari ini.

“Kamu gak pengen ke kantin atau ke mana gitu Me, mumpung masih pagi? Kenapa harus melihat manusia-manusia dari atas sini.” celetuk Cece sambil bersandar pada pagar pembatas dilantai atas, tepat dibalkon kelas mereka.

Meme menghela nafas panjang sebelum menoleh, “Kamu iku meh tak tunjukin kelas-kelasnya, soale nek dari atas sini iku keliatan kabeh.”

Semenit kemudian Meme sudah sangat sibuk menunjuk beberapa kelas dan beberapa ruangan yang terlihat dari atas sini kepada Cece. Sedangkan yang diberitahu hanya mengangguk-angguk tanpa melihat dan malah fokus pada gerombolan yang sedang bermain futsal dilapangan outdoor.

Pandangan Cece tertuju pada pemuda yang terlihat paling mencolok diantara yang lainnya, dengan hanya bermodalkan kaos oblong putih dan celana osis juga rambut yang berterbangan saat dirinya menggiring bola.

“Heh Me, is that Nathanael my luv??” tanya Cece bersemangat sambil menunjuk kearah pemuda yang saat ini sedang menyugar rambutnya yang sedikit basah kebelakang.

Meme langsung mengalihkan pandangannya kearah pemuda yang dimaksud lalu menggangguk saja, “Yoo itu Nata,”

Cece terkikik sembari mengeluarkan ponsel dan langsung menjepret beberapa foto Nata, “Ternyata bener katamu yo, kalo dia anak sepak bola.”

Meme mendecak, “Mangkanya jangan ngeyel aja nek dibilangin.”

“But why, he’s playing football isuk-isuk gini, lakyo keringetan nanti.”

“Terserah dia lah.” sahut Meme acuh tak acuh.

“Terus seng itu siapa yo?” kali ini Cece menunjuk ke arah segerombolan pemuda yang berjalan beriringan kearah kantin.

“Oh itu Bastian, anak kelas 3, kelasnya ada ndek bawah sini.” sahut Meme santai sambil menunjuk pada salah satunya yang berkacamata membuat Cece mendecak keras.

“Ck, bukan iku jancikk yang ndek sebelahe ituloh. Sok cool banget pake sweater.” tunjuk Cece pada pemuda lainnya yang memakai sweater hitam dan sedang sibuk menunduk melihat handphone nya.

Meme tampak memfokuskan pandangannya sebelum mengangguk mengerti, “Oh ituuu, itulohhh sapa seh namae hmm. Siapa yooo?” kata Meme sambil mencoba mengingat nama pemuda yang dimaksut. “Ah gak tau lah jancok, nanti ae tak tanyain ke Bastian.” lanjut Meme menyerah.

“Bastian cowokmu tahh?” tanya Cece dengan polosnya membuat Meme ternganga.

“Nguwawor ae. Nanti ae tak kenalin sama itu Bastian dkk.”

“Kenapa gak sekarang ajaaa?? Aku meh melihat Nata main bola.”

“Aku males nek sekarang, soale nek jam segini iku jelas ada banyak banget cowok seng nongkrong ndek sekitaran kelas e mereka. Cewek e juga mbikin males, apalagi mereka dikantin.” keluh Meme sambil menghela nafas panjang.

“Sekarang aja gak sehh??? Nanti kata Papiku meh ada rapat jadie jamkos sampe istirahat.” papar Cece membuat Meme kembali menghela nafas sebelum akhirnya mengangguk.

“Tapi nanti aja jam pertama atau jam kedua, aku meh ke perpus dulu pinjem komik.” kata Meme membuat Cece mengangguk semangat dan berjalan mengekori Meme kearah perpustakaan diujung gedung.


Sesuai janji, Meme akan mengenalkan Cece pada Bastian dan kawan-kawan setelah dia meminjam komik di perpustakaan sekolah.

Kini keduanya sudah berjalan masuk kearah kantin dengan Meme menenteng dua komik one piece edisi terbaru.

“Duduk sini ae, itu nanti lak mereka nyamper kesini.” Meme berkata sambil meletakkan komiknya di meja.

Dan seperti yang sudah diduga, tak lama kemudian Bastian dan lainnya menghampiri.

Bastian mengulas senyum ke arah Meme kemudian menyapa, “Tumben kamu ndek sini, ini siapa?”

“Oh, ini, Cece. Seng tak ceritain kemaren itu yang pindahan dari London,” sahut Meme sambil menunjuk ke arah Cece yang sudah tersenyum lebar.

“Hehe, hallo everyone, mulai sekarang kalian juga temanku.” seru Cece membuat semuanya serentak terkekeh pelan dan menganggukkan kepala mengiyakan.

“Why you here??????” pekik Cece yang mendapati sosok Jeff yang melangkah mendekat dengan satu cup besar minuman.

“Loh kalian wes saling kenal?” celetuk Biru yang datang bersama dengan Jeff.

“Yo kenal, kan Cece ini pacarku, yaapa seh kalian ini.” sahut Jeff dengan bangganya dan langsung mendudukan diri didepan Cece.

Cece menatap sinis ke arah Jeff sebelum memukul pelan kepala pemuda itu menggunakan sendok, “Pacarmu your ndas. Shut up before i slepet you ambek karet nasi kucing.”

Akhirnya setelah berkenalan dengan keempat pemuda baru yang Cece tau bernama Bastian—si pemuda berkacamata, Biru atau seringnya disapa Biu—pemuda dengan hidung mancung dan lesung pipi, Jobbian—si mulut petasan dan si tiang, dan yang terakhir si kulkas seribu pintu —Bian. Jeff nggak dihitung soalnya udah kenal.

“Nat sinio gabung,” Biru berteriak pada pemuda yang tengah celingukan mencari tempat sambil memegang sebotol pocari yang tinggal setengah.

Pemuda itu mengangguk dan langsung menghampiri mereka. “Nahh ini baru pacarkuu, ya ga bro???” celetuk Cece membuat Nata tertawa keras sebelum mendudukkan diri disamping Cece.

“Tolong lah ya, kamu itu jangan jadi jablay ndek sini.” semprot Jeff sambil melemparkan gulungan tisu kearah Cece yang membuat gadis itu mencibir.

Nata yang sudah duduk disamping Cece pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kedua orang itu.

“Kenapa kamu tadi pagi wes main bola yo???” tanya Cece sambil menatap pada pemuda disampingnya mengabaikan Meme yang berada disebelahnya.

Nata menoleh ke arah Cece, “Olahraga pagi lah baby, emang apalagi???”

“Hmmm tapi masih wangi sihh. Kamu ganti parfume yo???” Cece berkata sambil mendekat ke arah Nata.

“Lahh udah akrab aja sampe hafal parfume ganti???” celetuk Jobbian membuat Cece maupun Nata terkekeh.

“Iyo dia seatmate ku ndek kelas.” sahut Nata sambil menenggak pocari miliknya hingga tandas.

Jobbian mengangguk saja lalu lanjut bermain game bersama yang lain.

“Iya aku ganti parfume, seng kemarin habis terus pas beli lagi sold out.” kata Nata sembari menoleh kearah Cece yang masih menatapnya, “Gimana?? Baunya enak seng mana??”

Cece memajukan badan untuk lebih membaui pemuda itu sebelum menyeletuk, “Ish baunya enak yang inilah lebih freshy. Parfume mu seng kemaren bau jamet.”

Nata melolot tak percaya dengan apa yang didengarnya, “Babyy seriously??? Parfume ku kemaren hargae 5 jutaaa.”

“Parfume opo jancikk kok bisa-bisanya dikatain jamett???” tanya Jeff sambil mendongak setelah sibuk push rank dengan Jobbian dan Bastian.

“Tom Ford jancokkk, masa dikatain bau jamet???” Nata protes sambil menatap sinis kearah Cece yang mencibir ditempatnya.

Meme terkekeh ringan ditempatnya sambil sesekali mencomot kentang goreng dari piring milik Bian disampingnya.

“Kak, ini tak makan gak apa seh??? Opo gak boleh??” tanya Meme membuat Bian yang merasa diajak bicara hanya mengangguk lalu beralih mendorong piring berisi kentang goreng itu mendekat kearah Meme.

“Nggak apa, makanen ae.”

“Ini kalian berlima itu sekelas semua kah??” tanya Meme pada semuanya saat mereka serempak meletakkan ponselnya keatas meja, menyudahi permainan game onlinenya.

“Iyo sekelas semua.” jawab Jobbian membuat Meme mengangguk saja.

“Bas, nanti anterno aku yo beli maklor,” kata Jobbian pada Bastian yang sedang berbincang dengan Biru disampingnya.

“Males males, nanti mesti kamu melipir melipir cokk. Gak ada itu agenda beli maklor tok.”sahut Bastian sinis.

“Maklor itu apa?” tanya Cece polos membuat semuanya kini memandang Cece takjub dengan gadis itu tidak tau apa itu Maklor. Ya terkecuali Meme, karena dia sudah tau kalau Cece ini newbie dalam hal jajanan Indonesia karena lama diluar negeri.

Nata mengerjapkan matanya, “Baby, do you really not know apa itu maklor?” tanyanya yang langsung diangguki oleh Cece.

“Nggak,” Cece menggeleng sebelum menoleh kearah Jeff, “Jepp, maklor itu sejenis apa sih???” tanya gadis itu membuat Jeff tertawa keras lalu menepuk bahu Jobbian keras. “Kasih tau cokk.” kata Jeff.

“Maklor itu makaroni yang dikasi telur, mosok gitu ae gak tau?” Jobbian menjelaskan sambil sedikit gondok, bisa-bisanya orang didunia ini nggak tau apa itu maklor.

Meme menghela nafas panjang, “Yo soale dia ini dari kecil ndek luar negeri, dan baru balik ini langsung sekolah kelas 2. Belum tak ajakin nyari jajanan jametmu itu Koh, makanya dia gak tau apa itu maklor.” kata Meme menjelaskan pada semuanya yang dibalas anggukan saja, kecuali Jeff yang masih saja tertawa.

“Jeff kamu diemo yaapa sehh?? Apa perlu itu mulutmu tak kasih karet gelang biar menutup dan gak memberikan polusi suara berlebihan???” celetuk Cece sembari mengeluh kearah Jeff yang masih saja tertawa.

Cece kemudian menghela nafas panjang sebelum menoleh kearah Bian yang sedari tadi hanya diam, “Koko seng ini lagi sariawan tah? Kok diem aja daritadi. Apa nggak suka ambek aku????” tanya Cece sembari menatap Bian yang hanya terdiam ditempatnya. “Koko jangan diem aja, nanti ketempelan yaapa kan sayang.”

“Sayang kenapa?” sahut Bian akhirnya merespon.

Cece mengerling, “Heheehe gak apa-apa kok sayang, makasih udah perhatian.”

“WOYYYY.” semuanya serempak berseru membuat Cece mencibir.

Bian hanya menyunggingkan senyumnya sebelum menyesap es teh miliknya, mengabaikan yang lainnya yang masih meledek Cece.

Meme disamping Bian dibuat bengong oleh suara dan sedikit senyum pemuda itu, dan saat Bastian mendapati Meme yang membuka mulutnya itu pun langsung menutupinya dengan tangannya.

“Biasa aja lah, nanti mulutmu dimasukin lalat loh.” celetuknya sambil menutupi mulut Meme.

Cece yang melihat adegan itupun berbisik pada Nata. “He ini Meme sama Koh bastian emang gaada apa apa yo??? Ini semacam friendzone atau apa yoo??”

“Gak tau lah, bukane seng ada apa apa itu kamu sama Koh Jeff ya?? Kamu pacaran yo ambek Koh Jeff?” celetuk Nata membuat Cece langsung menoleh ke arahnya dan menggelengkan kepalanya, “Nggak anjirrr. He’s my cousin, Koko ku dia tuh.”


“Koh, nanti aku minta tolong diajarin bab ini ya.” kata Meme sambil menunjukan halaman buku ke arah Bastian yang hendak pulang.

“Apase? Mana liat” kata Biu mendekat lalu ikut melihat buku yang di pegang Meme.

“Oalah ini mah gampang, yo bagi Bastian se haha,” lanjut biu setelah membaca soal dibuku Meme sembari tertawa.

“Iyo nanti kamu chat aja. Aku kate nganterin Biu dulu iniloh,” kata Bastian sambil menunjuk Biu yang menyengir dengan dagunya.

Meme mengangguk saja lalu setelahnya Bastian bersama dengan Biu melangkah menjauh.

“Kamu beneran gaada apa apa sama Bastian?” celetuk Cece dari belakang mengejutkan, membuat Meme sedikit berjengit kaget.

“Ngagetin cokkk. Wes wes karepmu ae meh mikir gimana,” kata Meme pada akhirnya pasrah, “Ayoo kamu pulang apa ndak???”

Cece mendecak sebelum berlari kecil menyusul Meme yang sudah berada jauh didepan.

“Sopo lagi ini seng mbok bully Nat,” celetuk Meme saat melihat Nata sedang menyeret pemuda yang satu tingkat lebih muda.

Nata terhenti, dan menghela nafas panjang, “Sopo juga seng meh membully seh, wong aku loh meh ngajakin anak ini main bola, but he doesn't want to.”

“Nata, jangan gituu, nggak baik.” seru Cece.

Nata lagi-lagi menghela nafas saat dirinya merasa dipojokkan oleh dua gadis itu, “Baby, i just want to invite him to my football club. Ada sparring tonight and less members.”

“Jancok apaseh, wong gendeng iki,” semprot Meme sambil melewati Nata dan menghampiri pemuda yang dibawa oleh Nata tadi, “Wes ayo pulang Bim, ojok didengerin iku pasangan PBB.” ucap Meme sambil meninggalkan mereka berdua.

“Who is that guy???” tanya Cece sambil berjalan menyusul Meme yang sudah mendahuluinya bersama Nata yang sekarang sudah berjalan beriringan dengannya.

“Bimantara, anak kelas 1-4 meh tak ajakin gabung clubku, soale pinter anak itu nek menyerang.” sahut Nata sambil merangkul Cece yang berada disampingnya.

“Kamu kok mau seh dipaksa paksa ambek Nata?” kata Meme sambil menggandeng tangan Bima sambil sesekali melirik sinis kearah Nata yang juga menatapnya seperti hendak mengajak ribut.

Bima terkekeh,”Lah aku tiba tiba ditarik e tadi sama Mas Nata.”

“Gausah dipanggil Mas, wong arek kayak gitu kok mbok panggil Mas. Gak cocok blass rupane.” sahut Meme yang membuat Bima tertawa lepas.

Nata yang berada dibelakang mereka mendecak keras, “Ini malah ngajarin seng gak baik loh. Arek wedok gendeng.”

“Mangkane tah nek meh ngajak main iku seng bagus, ojok di seret seret ae.” semprot Meme membuat Nata mencibir, Bima yang berada disampingnya hanya mengangguk mengiyakan.

Nata dari belakang menepuk pelan bahu Bima, ”Yooo, maaf. Ayok main bola ambek aku, Bim. Nanti malem, share location rumahmu ae nanti tak jemput.”

“Iya boleh deh.” Bima mengangguk mengiyakan, membuat Nata tersenyum lebar.

“Kamu pulang sama Meme?? Kalo enggak i’ll drive you home, baby.” kata Nata kearah Cece.

“Nope, aku pulang sama Koh Jeff. Tuh udah standby,” jawab Cece sembari menunjuk kearah maserati milik Jeff yang sudah terparkir didepan gerbang masuk gedung sekolah.

“Me, ayoo lets go,” seru Cece sambil menarik tangan Meme yang langsng ditepisnya.

Meme menggeleng keras, “Aku mau beli buku dulu, wes gakpapa kamu duluan o aja.”

“Hmm yowes terserah, hati hati loh ya kamu, ojok menggak menggok dan langsung pulang aja nek wes selesai, im watching you.” kata Cece mewanti wanti Meme.

Meme melambaikan tangannya setelah Jeff membunyikan klakson untuk berpamitan.

“Tak anter ayo.” celetuk Nata yang masih berada dibelakang Meme.

Meme menoleh lalu menggeleng dan lanjut mendorong Nata kearah mobilnya, “Nggak wes, nanti aku dikatain pelakor ambek gendaanmu seng buanyak e ngalah-ngalahin asrama putra putri.”

“Hahahahaha bangsattttt, gak ngono cok.” Nata tertawa keras sebelum mengangguk lalu masuk kedalam mobil dan perlahan meninggalkan Meme yang masih berdiri disana mengamati mobil Jeff dan mobil Nata yang menghilang.

Sudah seminggu, Cece memulai semester baru disekolah yang sama dengan Meme. Ya begitulah harinya, seperti anak sekolah pada umumnya. Namun Meme baru memperkenalkan semua temannya pada Cece hari ini.

“Kamu gak pengen ke kantin atau ke mana gitu Me, mumpung masih pagi? Kenapa harus melihat manusia-manusia dari atas sini.” celetuk Cece sambil bersandar pada pagar pembatas dilantai atas, tepat dibalkon kelas mereka.

Meme menghela nafas panjang sebelum menoleh, “Kamu iku meh tak tunjukin kelas-kelasnya, soale nek dari atas sini iku keliatan kabeh.”

Semenit kemudian Meme sudah sangat sibuk menunjuk beberapa kelas dan beberapa ruangan yang terlihat dari atas sini kepada Cece. Sedangkan yang diberitahu hanya mengangguk-angguk tanpa melihat dan malah fokus pada gerombolan yang sedang bermain futsal dilapangan outdoor.

Pandangan Cece tertuju pada pemuda yang terlihat paling mencolok diantara yang lainnya, dengan hanya bermodalkan kaos oblong putih dan celana osis juga rambut yang berterbangan saat dirinya menggiring bola.

“Heh Me, is that Nathanael my luv??” tanya Cece bersemangat sambil menunjuk kearah pemuda yang saat ini sedang menyugar rambutnya yang sedikit basah kebelakang.

Meme langsung mengalihkan pandangannya kearah pemuda yang dimaksud lalu menggangguk saja, “Yoo itu Nata,”

Cece terkikik sembari mengeluarkan ponsel dan langsung menjepret beberapa foto Nata, “Ternyata bener katamu yo, kalo dia anak sepak bola.”

Meme mendecak, “Mangkanya jangan ngeyel aja nek dibilangin.”

“But why, he’s playing football isuk-isuk gini, lakyo keringetan nanti.”

“Terserah dia lah.” sahut Meme acuh tak acuh.

“Terus seng itu siapa yo?” kali ini Cece menunjuk ke arah segerombolan pemuda yang berjalan beriringan kearah kantin.

“Oh itu Bastian, anak kelas 3, kelasnya ada ndek bawah sini.” sahut Meme santai sambil menunjuk pada salah satunya yang berkacamata membuat Cece mendecak keras.

“Ck, bukan iku jancikk yang ndek sebelahe ituloh. Sok cool banget pake sweater.” tunjuk Cece pada pemuda lainnya yang memakai sweater hitam dan sedang sibuk menunduk melihat handphone nya.

Meme tampak memfokuskan pandangannya sebelum mengangguk mengerti, “Oh ituuu, itulohhh sapa seh namae hmm. Siapa yooo?” kata Meme sambil mencoba mengingat nama pemuda yang dimaksut. “Ah gak tau lah jancok, nanti ae tak tanyain ke Bastian.” lanjut Meme menyerah.

“Bastian cowokmu tahh?” tanya Cece dengan polosnya membuat Meme ternganga.

“Nguwawor ae. Nanti ae tak kenalin sama itu Bastian dkk.”

“Kenapa gak sekarang ajaaa?? Aku meh melihat Nata main bola.”

“Aku males nek sekarang, soale nek jam segini iku jelas ada banyak banget cowok seng nongkrong ndek sekitaran kelas e mereka. Cewek e juga mbikin males, apalagi mereka dikantin.” keluh Meme sambil menghela nafas panjang.

“Sekarang aja gak sehh??? Nanti kata Papiku meh ada rapat jadie jamkos sampe istirahat.” papar Cece membuat Meme kembali menghela nafas sebelum akhirnya mengangguk.

“Tapi nanti aja jam pertama atau jam kedua, aku meh ke perpus dulu pinjem komik.” kata Meme membuat Cece mengangguk semangat dan berjalan mengekori Meme kearah perpustakaan diujung gedung.


Sesuai janji, Meme akan mengenalkan Cece pada Bastian dan kawan-kawan setelah dia meminjam komik di perpustakaan sekolah.

Kini keduanya sudah berjalan masuk kearah kantin dengan Meme menenteng dua komik one piece edisi terbaru.

“Duduk sini ae, itu nanti lak mereka nyamper kesini.” Meme berkata sambil meletakkan komiknya di meja.

Dan seperti yang sudah diduga, tak lama kemudian Bastian dan lainnya menghampiri.

Bastian mengulas senyum ke arah Meme kemudian menyapa, “Tumben kamu ndek sini, ini siapa?”

“Oh, ini, Cece. Seng tak ceritain kemaren itu yang pindahan dari London,” sahut Meme sambil menunjuk ke arah Cece yang sudah tersenyum lebar.

“Hehe, hallo everyone, mulai sekarang kalian juga temanku.” seru Cece membuat semuanya serentak terkekeh pelan dan menganggukkan kepala mengiyakan.

“Why you here??????” pekik Cece yang mendapati sosok Jeff yang melangkah mendekat dengan satu cup besar minuman.

“Loh kalian wes saling kenal?” celetuk Biru yang datang bersama dengan Jeff.

“Yo kenal, kan Cece ini pacarku, yaapa seh kalian ini.” sahut Jeff dengan bangganya dan langsung mendudukan diri didepan Cece.

Cece menatap sinis ke arah Jeff sebelum memukul pelan kepala pemuda itu menggunakan sendok, “Pacarmu your ndas. Shut up before i slepet you ambek karet nasi kucing.”

Akhirnya setelah berkenalan dengan keempat pemuda baru yang Cece tau bernama Bastian—si pemuda berkacamata, Biru atau seringnya disapa Biu—pemuda dengan hidung mancung dan lesung pipi, Jobbian—si mulut petasan dan si tiang, dan yang terakhir si kulkas seribu pintu —Bian. Jeff nggak dihitung soalnya udah kenal.

“Nat sinio gabung,” Biru berteriak pada pemuda yang tengah celingukan mencari tempat sambil memegang sebotol pocari yang tinggal setengah.

Pemuda itu mengangguk dan langsung menghampiri mereka. “Nahh ini baru pacarkuu, ya ga bro???” celetuk Cece membuat Nata tertawa keras sebelum mendudukkan diri disamping Cece.

“Tolong lah ya, kamu itu jangan jadi jablay ndek sini.” semprot Jeff sambil melemparkan gulungan tisu kearah Cece yang membuat gadis itu mencibir.

Nata yang sudah duduk disamping Cece pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kedua orang itu.

“Kenapa kamu tadi pagi wes main bola yo???” tanya Cece sambil menatap pada pemuda disampingnya mengabaikan Meme yang berada disebelahnya.

Nata menoleh ke arah Cece, “Olahraga pagi lah baby, emang apalagi???”

“Hmmm tapi masih wangi sihh. Kamu ganti parfume yo???” Cece berkata sambil mendekat ke arah Nata.

“Lahh udah akrab aja sampe hafal parfume ganti???” celetuk Jobbian membuat Cece maupun Nata terkekeh.

“Iyo dia seatmate ku ndek kelas.” sahut Nata sambil menenggak pocari miliknya hingga tandas.

Jobbian mengangguk saja lalu lanjut bermain game bersama yang lain.

“Iya aku ganti parfume, seng kemarin habis terus pas beli lagi sold out.” kata Nata sembari menoleh kearah Cece yang masih menatapnya, “Gimana?? Baunya enak seng mana??”

Cece memajukan badan untuk lebih membaui pemuda itu sebelum menyeletuk, “Ish baunya enak yang inilah lebih freshy. Parfume mu seng kemaren bau jamet.”

Nata melolot tak percaya dengan apa yang didengarnya, “Babyy seriously??? Parfume ku kemaren hargae 5 jutaaa.”

“Parfume opo jancikk kok bisa-bisanya dikatain jamett???” tanya Jeff sambil mendongak setelah sibuk push rank dengan Jobbian dan Bastian.

“Tom Ford jancokkk, masa dikatain bau jamet???” Nata protes sambil menatap sinis kearah Cece yang mencibir ditempatnya.

Meme terkekeh ringan ditempatnya sambil sesekali mencomot kentang goreng dari piring milik Bian disampingnya.

“Kak, ini tak makan gak apa seh??? Opo gak boleh??” tanya Meme membuat Bian yang merasa diajak bicara hanya mengangguk lalu beralih mendorong piring berisi kentang goreng itu mendekat kearah Meme.

“Nggak apa, makanen ae.”

“Ini kalian berlima itu sekelas semua kah??” tanya Meme pada semuanya saat mereka serempak meletakkan ponselnya keatas meja, menyudahi permainan game onlinenya.

“Iyo sekelas semua.” jawab Jobbian membuat Meme mengangguk saja.

“Bas, nanti anterno aku yo beli maklor,” kata Jobbian pada Bastian yang sedang berbincang dengan Biru disampingnya.

“Males males, nanti mesti kamu melipir melipir cokk. Gak ada itu agenda beli maklor tok.”sahut Bastian sinis.

“Maklor itu apa?” tanya Cece polos membuat semuanya kini memandang Cece takjub dengan gadis itu tidak tau apa itu Maklor. Ya terkecuali Meme, karena dia sudah tau kalau Cece ini newbie dalam hal jajanan Indonesia karena lama diluar negeri.

Nata mengerjapkan matanya, “Baby, do you really not know apa itu maklor?” tanyanya yang langsung diangguki oleh Cece.

“Nggak,” Cece menggeleng sebelum menoleh kearah Jeff, “Jepp, maklor itu sejenis apa sih???” tanya gadis itu membuat Jeff tertawa keras lalu menepuk bahu Jobbian keras. “Kasih tau cokk.” kata Jeff.

“Maklor itu makaroni yang dikasi telur, mosok gitu ae gak tau?” Jobbian menjelaskan sambil sedikit gondok, bisa-bisanya orang didunia ini nggak tau apa itu maklor.

Meme menghela nafas panjang, “Yo soale dia ini dari kecil ndek luar negeri, dan baru balik ini langsung sekolah kelas 2. Belum tak ajakin nyari jajanan jametmu itu Koh, makanya dia gak tau apa itu maklor.” kata Meme menjelaskan pada semuanya yang dibalas anggukan saja, kecuali Jeff yang masih saja tertawa.

“Jeff kamu diemo yaapa sehh?? Apa perlu itu mulutmu tak kasih karet gelang biar menutup dan gak memberikan polusi suara berlebihan???” celetuk Cece sembari mengeluh kearah Jeff yang masih saja tertawa.

Cece kemudian menghela nafas panjang sebelum menoleh kearah Bian yang sedari tadi hanya diam, “Koko seng ini lagi sariawan tah? Kok diem aja daritadi. Apa nggak suka ambek aku????” tanya Cece sembari menatap Bian yang hanya terdiam ditempatnya. “Koko jangan diem aja, nanti ketempelan yaapa kan sayang.”

“Sayang kenapa?” sahut Bian akhirnya merespon.

Cece mengerling, “Heheehe gak apa-apa kok sayang, makasih udah perhatian.”

“WOYYYY.” semuanya serempak berseru membuat Cece mencibir.

Bian hanya menyunggingkan senyumnya sebelum menyesap es teh miliknya, mengabaikan yang lainnya yang masih meledek Cece.

Meme disamping Bian dibuat bengong oleh suara dan sedikit senyum pemuda itu, dan saat Bastian mendapati Meme yang membuka mulutnya itu pun langsung menutupinya dengan tangannya.

“Biasa aja lah, nanti mulutmu dimasukin lalat loh.” celetuknya sambil menutupi mulut Meme.

Cece yang melihat adegan itupun berbisik pada Nata. “He ini Meme sama Koh bastian emang gaada apa apa yo??? Ini semacam friendzone atau apa yoo??”

“Gak tau lah, bukane seng ada apa apa itu kamu sama Koh Jeff ya?? Kamu pacaran yo ambek Koh Jeff?” celetuk Nata membuat Cece langsung menoleh ke arahnya dan menggelengkan kepalanya, “Nggak anjirrr. He’s my cousin, Koko ku dia tuh.”


“Koh, nanti aku minta tolong diajarin bab ini ya.” kata Meme sambil menunjukan halaman buku ke arah Bastian yang hendak pulang.

“Apase? Mana liat” kata Biu mendekat lalu ikut melihat buku yang di pegang Meme.

“Oalah ini mah gampang, yo bagi Bastian se haha,” lanjut biu setelah membaca soal dibuku Meme sembari tertawa.

“Iyo nanti kamu chat aja. Aku kate nganterin Biu dulu iniloh,” kata Bastian sambil menunjuk Biu yang menyengir dengan dagunya.

Meme mengangguk saja lalu setelahnya Bastian bersama dengan Biu melangkah menjauh.

“Kamu beneran gaada apa apa sama Bastian?” celetuk Cece dari belakang mengejutkan, membuat Meme sedikit berjengit kaget.

“Ngagetin cokkk. Wes wes karepmu ae meh mikir gimana,” kata Meme pada akhirnya pasrah, “Ayoo kamu pulang apa ndak???”

Cece mendecak sebelum berlari kecil menyusul Meme yang sudah berada jauh didepan.

“Sopo lagi ini seng mbok bully Nat,” celetuk Meme saat melihat Nata sedang menyeret pemuda yang satu tingkat lebih muda.

Nata terhenti, dan menghela nafas panjang, “Sopo juga seng meh membully seh, wong aku loh meh ngajakin anak ini main bola, but he doesn't want to.”

“Nata, jangan gituu, nggak baik.” seru Cece.

Nata lagi-lagi menghela nafas saat dirinya merasa dipojokkan oleh dua gadis itu, “Baby, i just want to invite him to my football club. Ada sparring tonight and less members.”

“Jancok apaseh, wong gendeng iki,” semprot Meme sambil melewati Nata dan menghampiri pemuda yang dibawa oleh Nata tadi, “Wes ayo pulang Bim, ojok didengerin iku pasangan PBB.” ucap Meme sambil meninggalkan mereka berdua.

“Who is that guy???” tanya Cece sambil berjalan menyusul Meme yang sudah mendahuluinya bersama Nata yang sekarang sudah berjalan beriringan dengannya.

“Bimantara, anak kelas 1-4 meh tak ajakin gabung clubku, soale pinter anak itu nek menyerang.” sahut Nata sambil merangkul Cece yang berada disampingnya.

“Kamu kok mau seh dipaksa paksa ambek Nata?” kata Meme sambil menggandeng tangan Bima sambil sesekali melirik sinis kearah Nata yang juga menatapnya seperti hendak mengajak ribut.

Bima terkekeh,”Lah aku tiba tiba ditarik e tadi sama Mas Nata.”

“Gausah dipanggil Mas, wong arek kayak gitu kok mbok panggil Mas. Gak cocok blass rupane.” sahut Meme yang membuat Bima tertawa lepas.

Nata yang berada dibelakang mereka mendecak keras, “Ini malah ngajarin seng gak baik loh. Arek wedok gendeng.”

“Mangkane tah nek meh ngajak main iku seng bagus, ojok di seret seret ae.” semprot Meme membuat Nata mencibir, Bima yang berada disampingnya hanya mengangguk mengiyakan.

Nata dari belakang menepuk pelan bahu Bima, ”Yooo, maaf. Ayok main bola ambek aku, Bim. Nanti malem, share location rumahmu ae nanti tak jemput.”

“Iya boleh deh.” Bima mengangguk mengiyakan, membuat Nata tersenyum lebar.

“Kamu pulang sama Meme?? Kalo enggak i’ll drive you home, baby.” kata Nata kearah Cece.

“Nope, aku pulang sama Koh Jeff. Tuh udah standby,” jawab Cece sembari menunjuk kearah maserati milik Jeff yang sudah terparkir didepan gerbang masuk gedung sekolah.

“Me, ayoo lets go,” seru Cece sambil menarik tangan Meme yang langsng ditepisnya.

Meme menggeleng keras, “Aku mau beli buku dulu, wes gakpapa kamu duluan o aja.”

“Hmm yowes terserah, hati hati loh ya kamu, ojok menggak menggok dan langsung pulang aja nek wes selesai, im watching you.” kata Cece mewanti wanti Meme.

Meme melambaikan tangannya setelah Jeff membunyikan klakson untuk berpamitan.

“Tak anter ayo.” celetuk Nata yang masih berada dibelakang Meme.

Meme menoleh lalu menggeleng dan lanjut mendorong Nata kearah mobilnya, “Nggak wes, nanti aku dikatain pelakor ambek gendaanmu seng buanyak e ngalah-ngalahin asrama putra putri.”

“Hahahahaha bangsattttt, gak ngono cok.” Nata tertawa keras sebelum mengangguk lalu masuk kedalam mobil dan perlahan meninggalkan Meme yang masih berdiri disana mengamati mobil Jeff dan mobil Nata yang menghilang.

WELCOME TO MY HOME BITCH


“kenapa yo kamu harus banget mem bully kokomu di grup” Kata Jeff yang berada diatas tangga sambil membaca percakapan di grup

“Liaten talah, wong gaada seng mbully, koko ojok lebay” Ucap cece yang berada dibawah sambil makan Maklor bersama Meme

Biru nampak meneriaki Jeff, “Jeff kamu turuno, iki mau nambah lagi pasukannya” Sambil mencicipi Takoyaki milik Meme

Meme melihat Biru yang nampaknya doyan banget sama Takoyaki itu, lalu mendecak. “Ko, kamu kenapa gak beli lebih aja sehhhh?? iniloh liaten wes meh dihabisno sama ko Biruuuu” Keluh Meme sambil melihat ke arah Bastian

Bastian terkekeh saat melihat Meme menarik Takoyaki nya dari Biru, “Yo nanti lak bisa beli lagi seh, kan deket, tadi dibawain lebih gak mau”

“Ishhh aku yo ndak tau nek ko Biu suka” Sahutnya kesal

Biru hanya terkekeh melihat Meme yang kesal karena Takoyakinya tersisa 2

Beberapa menit mereka berbincang, akhirnya pasukan tambahan telah datang.

“Mana itu kucingmu? gak jadi mbok bawa tahh?” Ucap Meme pada Nata yang sudah duduk di sebelah Cece

Nata menggeleng, “Wes tak titipkan di tempat seng aman lah, santai aja poo sehh, ya ngga baby” Ucapnya menggoda Cece sambil mencolek dagu wanita di sebelahnya

“Ce, mana makananku? katae ada maklor” Kata Jobbi sambil memilah beberapa kantung plastik yang berada di depannya

“Oh, udah tak makan dan habis” Ucap Cece sambil tersenyum manis

“Juwancokk, Nawemen kamu ce” Balasnya sambil melempar kulit kuaci ke arah Cece

“Beli lagi sana loh, sekalian itu sama beli takoyaki ne Meme” Suruh Bastian pada Jobbi

Jobbi mendecak, “Baru ae dateng wes disuruh”

Sambil meroling mata dan menghela nafasnya Meme berbicara, “Wes aku ae seng beli, kalian ndek sini aja dan ojok di renovasi ini rumahku”

Meme pun berdiri, dan mengambil kunci mobil yang berada diatas Meja dekat komputernya.

“Sama aku aja” Kata Bian sambil merampas kunci yang dipegang oleh Meme

“Westalah koko ini ndek sini aja, wong baru sampe kok meh keluar lagi” Kata Nata sambil memakan kuaci

Cece menyenggol lengan Nata, “ Aduuh, Apasih yang, Eh apasih Ce”

“Kamu iku, biarno Meme itu ben deket sama Kokomu” Balas Cece sambil menoleh ke arah Meme dan Bian

“Kamu mau tak anter opo ndakk? kok jek diem ndek situ ae” Ucap Bian yang sudah berada diambang pintu,

Meme pun akhirnya mengikutinya dan mengekor untuk sampai di garasi

“Ini showroom opo garasi?” Celetuk bian setelah sampai di garasi rumah Meme,

“Halah iniloh dikit, koko belum tau rumahe Cece? wes bener2 kayak pabrik mobil itu rumahe”

“kenapa pake seng ini?” Ucap bian sambil menunjuk kearah mobil Lexus berwarna hitam

“Yo cuman itu seng ndek depan, laine loh susah ngeluarno e ko, liaten talah” Balas Meme sambil memperlihatkan deretan mobilnya

Bian berjalan ke arah mini cooper berwarna biru, “Kenapa ga pake seng ini aja?”

Meme menghela nafas, “Lecet ituloh, gaboleh dipake sama Mas Apo. udah ko bian nek gak mau biar aku aja seng berangkat” Ucapnya sambil berusaha merebut kunci yang dipegang bian

“Dih, gak sampe ituloh aku” Keluh Meme pada Bian yang sedang mengarahkan tangannya ke atas.

Bian meninggalkannya dan masuk ke dalam mobil, ya akhirnya juga mereka naik Lexus.


“Itu yaapa si Bian kok tumben banget mau-maune mbok ajakin kesini???” tanya Biu kearah Nata yang masih asik bercanda sama Cece diujung sofa.

Nata menoleh sambil mengendikkan bahu, “Ndak tau juga yo, aku tadi pas pertama ngajakin yo dia nggak beranjak terus katae meh mandiin grey.”

Jeff yang sejak tadi sibuk menonton pun menoleh, “Terus?? Lakok mau??”

“Yo aku bilang lah, dia habis dijancok-jancok in ambek Meme dan Cece, terus yawes mau dia.”

“Anjeng kan aku gak ngatain Koh Bian seh??? Kamu ki fitnah ae yaapa sehh,” Cece protes bikin Nata ketawa lalu beralih merangkulnya.

“Nek menurutku yoo, Ini menurut pengamatanku seng gak pernah weroh Bian begitu,” Jobby menyahut.

“Wes kamu iku gak usah bertele-tele cok lek bicara. Mbok ya sat set sat set gituloh,” Bastian protes bikin Jobby mendecak sebelum kembali berbicara.

“Si Bian itu kayake naksir sama Meme.”

“Jancik gak percaya aku ambek kamu Ko.” Nata nyahut sambil spontan berdiri.

Jobby menghela nafas panjang, “Sek talah aku belum selesai bicara ini loh, wes nyaut ae kayak serigala.”

Biu mendecak, “Yo apa cok lanjutin.”

“Yo itu si Bian kayake naksir Meme, soale beberapa kali aku nge gep in anaknya lagi mandangin Meme.”

Nata bergidik ngeri sambil kembali duduk, “Anjinggg ngeri poll cok, wes mirip stalker ae itu si Koko.”

“Yo gitu-gitu Koko mu jancik.” semprot Cece.

“Lo kesini sendirian Des??” Aku menoleh kala sosok pacar Martin, cih, aku nggak terima nyebut dia sebagai pacar Martin berbicara kepada Hades.

Bahh nggak lihat gue sebegini cantiknya apa???? Pake nanya segala.

“Nggak sih. Nih sama pacar gue,” Sahut Hades yang masih santai, kulihat gadis itu melirikku sinis.

“Lohhh??? Inikan pacarnya Danny, iyakan? Kita pernah ketemu loh kalau kamu lupa.” Ck anjir sok kenal banget, ketemu juga baru sekali.

Ku abaikan saja gadis itu, tak minat juga membalas kata-katanya.

“Ckckck, kasihan banget Danny ya dapat cewek kayak lo,”

“Danny tau nggak kalo lo sering jalan sama cowok begini? Gimana ya perasaannya kalo tau ceweknya jalan sama cowok lain???” Aku merolling mata mendengar kata-katanya yang seakan menyindirku. Hades tidak ada disini btw, dia pergi untuk mengambil minum.

“Terus?? Kalau tau, lo mau apa??” Sahutku santai, namun berbeda dengan yang aku harapkan agar dia terdiam. Kata-kata yang barusan aku ucapkan malah memicunya.

“Hades, mending lo pertimbangin deh hubungan lo sama nih cewek. Takutnya reputasi keluarga lo turun gara-gara cewek gak tahu diri ini.” Katanya kala Hades kembali dengan dua gelas minuman, Hades tampak terkejut bukan main saat kata-kata itu terlontar.

Aku mendecih sembari menyambar gelas ditangan Hades lalu menyiramnya kearah gadis itu, “Mendingan lo yang ngaca bitch.”

Gadis itu memekik kencang membuat semua pandangan tertuju pada kami berdua, oh sorry bertiga karena masih ada Hades yang membatu.

“MINA!?!!” Aku menoleh kala mendengar suara Martin yang terdengar panik, lalu membuka jas nya dan dipakaikannya kepada cewek itu sebab gaunnya basah akibat siramku tadi.

Aku ternganga kala Martin menatapku dengan tatapan geram dan berapi-api. “Apa-apaan kamu nyiram Mina segala?”

Aku mendecak dan merolling mata, “Excue me? Pacar kakak yang cantik jelita ini ngatain saya cewek nggak bener yang suka gonta ganti cowok. So, lain kali mending lo yang ngaca ya. Pacar kakak nih cuma…”

“Cuma apa ha?” Aku langsung mengatupkan bibir usai Martin menyambar kata-kata ku barusan.

Aku mendecih dan menyadari bahwa sedari tadi kami menjadi tontonan. “Bangsat lah. Balik gue, kalo lo masih mau disini ya silahkan. Gue naik taksi.” Kataku pada Hades dan langsung berlalu pergi. Dan… aku dengan sengaja menabrak bahu Martin dengan keras.

**

“Bangsat banget gak sih anjinggggggg. Dia nggak tahu apa? Martin sama gue masih tajir an gue????? Awas aja kalo ketemu lagi, ancur lo bangsat.”

“Udahhhh dong anjirrrrrr, lu ngomong gitu mulu daritadi nggak aus??” Kulirik Hades yang nampak lelah mendengarkan keluh kesahku.

“Nih, katanya kemarin pengen boba.” Kata Haded sembari menyodorkan satu cup besar brown sugar boba ke hadapanku.

“KAN KEMARIN PENGENNYA, DIH.”

“Santai anjer. Gue bukan Mina jangan galak-galak.”

Aku menghela nafas sembari menyedot minumanku dan lanjut menyenderkan punggung kesenderan kursi.

“Lagian kenapasih lo tadi nggak belain gue nyet???????” Ku dengar Hades menghela nafas lagi.

“Udah dong anjir masihhhh aja dibahas.”

“Ck. Yaudah anterin pulang ayok.” Aku langsung beranjak dan berjalan terlebih dahulu.

“Jangan lupa yang lo janjiin tadi dikamar gue ya ganteng.” Kataku sembari mengedipkan sebelah mataku kala mobil Hades sampai didepan pintu utama rumahku.

Setelahnya aku bergegas turun dan melambai pada mobil itu yang sudah berjalan pergi. Dengan sejenak aku menghembuskan nafas lalu melangkah masuk dan langsung merebahkan diri begitu sampai didalam kamar milikku.

Seminggu semenjak kejadian di mall yang melibatkanku dengan cewek Martin dan juga Danny, cowok itu, ya Martin belum juga meminta maaf perihal sudah ingkar janji.

Dan pagi ini seperti biasa, bangun mandi lalu bersiap pergi kesekolah. And guess what??? Hari ini aku bakalan dijemput sama.......... Martin. Hehehehehehe. Walaupun dia belum meminta maaf ada sebagian dari diriku yang senang akhirnya bertemu lagi dengan cowok itu. Ya anggap saja aku rindu.

“Hon?”

Aku sedikit tersenyum dari dalam walk in closet milikku saat indra pendengaranku menangkap suaranya yang memanggilku sembari mengetuk-ngetuk pintu kamarku.

“Iya sebentar,” Jawabku sembari bergegas memasukkan kotak pensil dan juga pouch yang berisi dua lip product dan beberapa skincare kedalam tas milikku, dikarenakan hari ini ada jadwal olahraga outdoor jadi harus siap sedia alat tempur biar tetep glowing. Hahaha.

“Eh?” Aku tersentak kala membuka pintu wajah Martin sangat dekat hingga parfum yang dipakainya terhirup olehku, wangi sekali nih orang, pikirku.

Dia tersenyum sekilas sebelum mundur beberapa langkah dan lanjut mengulurkan tangan, aku terpaku menatap tangan dan wajahnya bergantian, bingung.

“Ayok, aku gandeng.” Senyumku langsung mengembang dan lanjut menyambar tanganya dan berlalu turun.

“Sarapan dirumah apa nanti aja beli di mekdi?” Aku menoleh kearahnya yang kini merogoh kantung celananya setelah melirikku sekilas.

“Beli aja nanti,” Balasku sembari terus tersenyum, kulihat dia mengangguk dan lanjut berjalan melewati beberapa maid dirumah guna sampai dipintu utama.

Aku kasih tau, Papi dan Mami ku sedang tidak ada dirumah, jadi tidak menjadi keharusan untukku untuk makan dirumah. Aku tidak mencoba sombong, tapi aku tidak suka kalau harus makan dimeja makan panjang dan sendirian.

“Nanti dijemput gak??” Kata Martin saat mobil yang dikendarainya keluar dari gerbang dan bergabung dengan kendaraan yang lain.

Aku hendak mendecih mendengar pertanyaannya, jadi ingat kejadian kemarin yang dia bilang mau menjemputku malah asik-asik ngafe bersama wanita-wanitanya. Ck, jadi julid kan.

Sampai aku sadar aku harus menjaga image didepannya sekarang, “Nggak usah. Nanti biar gue nebeng Cece aja kalo nggak ya nyuruh Pak Heri aja biar jemput.” Jawabku final, dia tampak menghela nafas sejenak.

“Buat kemarin, aku minta maaf banget ya Hon. Kayak brengsek banget gak sih? Udah ngingkarin janji yang kubuat sendiri.”

Ck. Udah tau kalo ngingkarin janji kenapa nggak semalem aja pas chatting???????

Saat hendak membalas perkataannya, ponsel milik Martin berdering dengan nyaring membuatku langsung mengatupkan bibir. Kulirik dia yang tampak santai sembari menempelkan benda pipih itu kearah telinga.

“Iya, gue baru berangkat 15 menit lagi. Maybe bakal telat. Lo berangkat dulu aja, iya sorry.” Katanya kepada sang penelepon yang membuatku mengalihkan pandang kearah jendela sembari menghela nafas.

“Sorry, Hon. Tadi... “

Aku mendecak, dan buru-buru menyambar sebelum dia mengatakan hal yang sudah bisa ku tebak. “Its okay, lain kali kalo mau ngejemput aku, usahain jangan pas udah ada janji.”

Kulirik dia yang menghela nafas berat tanpa niat untuk membalas pernyataanku barusan. Ya aku juga nggak perduli sih sebenernya, tapi ah udahlah.

Sepanjang perjalanan yang kira-kira sepuluh menit kami berdua diam, aku menatap kearah jendela dan juga Martin yang tidak mengeluarkan suara sampai akhirnya tiba didalam pelataran sekolahku.

“Makasih udah dianterin. Hati-hati,” Aku turun tanpa menoleh kearahnya yang lagi-lagi kudengar dia menghela nafas.

Aku berjalan masuk diiringi tatapan para siswi yang berlalu lalang, setelah memasuki gedung utama aku menoleh menyaksikan mobil milik Martin telah berlalu pergi. Aku menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan langkah.

“Naaaaaaaaa...”

Aku menoleh kearah sumber suara, disana Cece bersama dengan Badrol dan Lucas tengah memegang stick ice cream melambaikan tangannya padaku. Aku sedikit mendecak sebelum akhirnya memilih menghampiri.

“Pagi-pagi dah makan eskrim aja lu,” Semprotku memhuat ketiga bocah itu terkikik, aku mengalihkan pandang kearah Cece yang duduk diatas meja. “Ngapain lu disini bertiga?”

“Nungguin lu lah. Apalagi?”

Aku mendecih, “Bohong banget. Gue tau, lu lagi nungguin Ojun kan???” Sahutku.

“Yaaaaaa, sebenernya emang sih nungguin lu, tapi kalo ketemu Ojun juga ya nggak nolak lah gue hehehehehe,” Kan? Aku sudah bisa menebak.

“Oh iya, hari ini katanya jam olahraga bakal digabung. Kelas lo sama kelas gue.” Aku menyerngit, serius??? Hehehehe jadi bisa lihat Yohan penuh keringat nih, asik.

“Kata sapa lu?” Ku tanya, Cece lalu menoleh dan menunjuk Lucas yang kini sudah sibuk memilah cewek bersama Badrol dengan dagunya.

“Yaudah sih. Kan malah enak, lo nggak cewek sendiri.” Kulirik dia yang mendecih, “Lu kali yang enak, ada gue.” Aku tertawa menanggapinya, tau saja dia. Aku selama ini rada nggak nyaman satu kelas dengan para buaya.

“Did it hurt??” Aku menoleh kala mendengar Lucas berbicara, kulihat dengan seksama gadis dihadapannya. Dan kurasa tidak ada yang salah dengannya,

“What?” Balas gadis itu sama bingungnya denganku. Kulirik Cece yang mengendikkan bahu kala kutanya gadis itu siapa.

“Did it hurt when you fell from heaven?” Aku ternganga, sumpah baru kali ini aku mendengar sesuatu yang menggelikan selain dari mulut Martin. Ewhhhhh.

“Ck. Balik sana balik. Ewhhhh lo ngapainsih gila, setresssssss.” Kata Cece sembari menepuk-nepuk keras punggung Lucas yang langsung menjerit kesakitan, lalu berlari menjauh sembari bergidik ngeri.

Aku mendelik sinis kearah Lucas yang tampak mencibir, “CEEEE TUNGGUINNNN.” Teriakku membuat Cece yang sudah jauh menoleh sekilas dan menyuruhku cepat.

“Jen,” Pemuda berambut seputih salju itu mendongakkan wajah kala gadis dihadapannya memanggil. “Iya??” Balas pemuda itu.

“Jangan gugup gitu dong hahaha, hawanya jadi dingin banget nih.” Kata gadis itu sembari terkekeh, membuat Jeno tertawa canggung.

Gadis itu beranjak sembari menggeret kursi yang didudukinya menjadi bersebelahan dengan Jeno yang sejak tadi tak mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Saat sang gadis hendak mendudukkan diri suara berdebum dengan keras terdengar hingga ruangan yang ditempati keduanya, yang mana berada dibawah tanah.

Jeno buru-buru beranjak lalu melangkah keluar dari Danger Room ini diikuti Yeji dibelakangnya yang juga panik.

Disisi lain, diruangan terbuka yang ditengahnya terdapat satu patung besar yang berfungsi sebagai monumen Xavier's School itu, Jaemin bersama dengan Renjun juga Sungchan dan dua orang gadis menatap nanar monumen tersebut yang sudah terbagi menjadi dua.

“Kenapa??” Tanya Jeno tergesa setelah berlari dengan cepat keasal suara. Renjun yang masih syok dengan kedua sayap logamnya yang membentang panjang itu menoleh lalu tersentak dengan sendirinya menyadari sayap dipunggungnnya muncul.

“Tadi Bang Jaemin nggak sengaja ngebelah itu patung. Makanya bunyinya keras banget,” Kata Sungchan menjelaskan membuat Jeno langsung beralih menatap Jaemin yang masih menatap kosong pada patung tersebut.

Pemuda dengan rambut seputih salju itu berjalan mendekat lalu ditepuknya pundak sang teman, “Bisa lo yang jelasin??” Titah pemuda itu membuat Jaemin menghela nafas panjang lalu setelahnya menyuruh semua orang yang berada didekatnya menjauh.

“Gue nggak tau kalau bakal begitu,” Kata Jaemin sembari menatap Jeno sendu, “Gue iseng aja ngepalin tangan terus muter kayak nari ballet gitu. Eh malah tuh patung kebelah,” Lanjutnya sembari memberi contoh dengan mengepalkan kedua tangannya dan berputar 360° derajat membuat tubuhnya dikelilingi cahaya merah menyala seperti cincin energi.

“Coollll... Thats awesome man!!!” Celetuk seorang pemuda dengan tepuk tangan hebohnya membuat cincin energi Jaemin lenyap seketika.

Sembari terus bertepuk tangan, pemuda itu menghampiri Jaemin, “Keren. Gue tau kekuatan lo bakal hebat. Ini harus dikasih tau sih Mr. Cyclops,” Kata pemuda itu membuat Jaemin menggeleng keras.

“JANGAN LAH KAK, NANTI GUE DIMARAHIN. ITU PATUNGNYA RUSAK.” Seru Jaemin dengan lantang membuat semua yang menyaksikan tersentak dan perlahan mundur.

Pemuda didepan Jaemin itu terkekeh sejenak sebelum menepuk-nepuk pundak Jaemin, “Tenang aja nggak bakal dimarahin. Paling dikasih wejangan doang biar lo sering-sering latihan.”

”-Dan lo, Renjun. I saw irt, i saw your wings. So beautiful, kinclong bangett. Untung aja nggak nusuk temen-temen lo ya hahahaha,” Lanjut pemuda itu sembari menatap kearah Renjun yang tersenyum canggung.

Ketiga gadis yang berada disana diam-diam meneguk ludah sembari saling lirik. “Kak Mark,” Panggil Sungchan membuat pemuda berambut merah muda terang itu menoleh lalu mengangkat sebelah alisnya, “Kenapa??”

“Ini kita boleh balik nggak sih??” Mark, si pemuda berambut merah muda itu terkekeh lalu mempersilahkan beberapa orang pergi termasuk Jeno yang memang sedari tadi banyak diam.

“Lee Jeno, stop right there!!”

“Yaudah, kalian turun aja.” Kata Jeno kepada ketiga gadis yang telah mengangguk patuh terhadapnya.

“Iya kenapa, Kak??” Tanya Jeno membuat Mark menyeringai aneh, lalu pemuda berambut seputih salju itu dikejutkan oleh sosok Hendery yang tiba-tiba datang dengan teleportasinya.

“Waduhhh parah bangetttt. Ini si Havok yang buat??” Tanya Hendery setelah melihat kesekeliling tempat. Mark mengangguk membuat Hendery mengangguk-anggukkan kepala.

“Lucas, bilangan Mr. Cyclops biar kesini dong.” Pinta Mark dengan tepat saat Lucas tiba dengan kecepatan supernya, “Alah. Baru juga nyampe, si bangsat nggak daritadi pas gue belom jalan.” Protes Lucas namun kembali melesat pergi untuk menghampiri Mr. Cyclops sesuai arahan Mark tadi.

“Kalian berempat. Datang dari daerah yang sama??” Tanya Mark membuat keempatnya menggeleng kompak, pemuda berambut merah muda itu mengerutkan kening bingung.

“Lah kan kalian satu grup waktu itu.” Kata Mark.

“Iya memang. Tapi Renjun datang dari China, dan menetap di kota yang sama dengan kita bertiga saat sudah beranjak dewasa.” Jawab Jeno dengan formalnya membuat Hendery maupun Mark terkekeh ringan.

“Santai aja sama kita mah, Jen.” Celetuk Hendery sembari terkekeh membuat Jeno menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bersamaan dengan itu Lucas datang bersama Mr. Cyclops yang langsung membungkuk menumpu badan dikedua lututnya setelah dibawa Lucas berlari secepat cahaya.

“Bentar. Saya mual,” Kata Mr. Cyclops membuat Lucas terbahak, “Yaelah Sir, gitu aja mabok.” Ledeknya membuat Mr. Cyclops merolling mata.

“Ya gimana enggak. Kamu kalau bawa orang tuh ya jangan cepet-cepet. Mending tadi sama Hendery aja, nggak perlu lari.” Kata lelaki dengan rambut merah dan putih yang menjadi ciri khasnya itu panjang lebar yang membuat Lucas mengerucutkan bibir kesal.

“Jadi ini?? Havok?? Yang digadang-gadang punya Plasma Energy Blast??” Tanya lelaki itu membuat Jaemin mengulum bibir dan menautkan kedua tangannya kebelakang, mirip seperti sedang dihukum.

“Dan ini juga, The Lost Angel. Yang bisa munculin sayap logam berserta cakram dari balik punggungnya.” Lanjut lelaki itu sembari mengalihkan pandang dari Jaemin ke Renjun dengan tatapan memindainya.

“Kalian berdua, mulai sekarang jadwal trainning nya ditingkatkan. Karena superpower kalian sudah ke reveal. Selamat,” Katanya sembari mengajak berjabat tangan.

“Gila banget. Bisa-bisanya gue mau nonton film begituan.” Monologku kala sudah diluar studio. Beberapa orang terlihat lalu lalang didepan, dan aku memutuskan untuk menunggu disebuah kedai yang kelihatannya enak disebrang studio bioskop ini.

Entah aku yang terlalu sibuk dengan ponselku untuk bermain candy crush, tmi nih guys aku main candy crush udah sampai level 2500 udah kaya harga ciki aja. Seorang waitress muncul dan meletakkan pesananku keatas meja, tak lupa aku mengucapkan terimakasih dan lanjut fokus bermain. Saat mendongakkan kepala, sosok Martin dengan sok gantengnya menyangga kepalanya dengan sebelah tangan dan menatapku dengan berseri-seri. Yaelah.

“Ngapain disini??” Kataku yang mencoba tidak ambyar. Ya gimana ya, Martin nih walaupun lagi sok ganteng begini pesonanya nggak bisa ditolak mentah-mentah. Dia terkekeh kecil sebelum mengelus puncak kepalaku. “Wait. Lo ngapain disini??? Ntar dicariin cewek lo,”

Guys tau nggak sih?? Aku bilang begitu ada rasaa nggak rela tau. Tapi bodoamatlah yaa. “Dia bukan cewekku, Hon.” Aku merolling mata kala akhirnya ia membalas pertanyaanku barusan, sangat nggak make sense, bisa-bisanya dia bilang bukan ceweknya sedangkan si ceweknya bilang dia cowoknya. Ah ngomong apaansih aku nih.

“—Masa aku biarin kamu disini sendirian nunggu???” Asli aku pengen banget melebur jadi satu sama eskrim haselnut pesananku. Emang gak bisa diajak kompromi nih hati yaa, bisa-bisanya baper sama kata-kata krokodil.

“Basi. Dah balik sana, habis ini gue mau pulang duluan.”

Dia terlihat mengangkat sebelah alisnya, “Kenapa tiba-tiba???”

“Aku mau ada acara.”

“Whats event???”

“Cowok gak boleh tau.”

“Hahaha alright. Let me take you home,”

“Nope. Not today, aku hari ini dijemput sama Hades,”

“Kenapasih kamu tiap mau aku anterin pulang selalu nggak mau??” Kulihat dia agak sedikit kesal. Ya bukannya gimana-gimana nggak mau dianterin pulang, cumaaa..... dia kan lagi.... sama cewe.

Aku merolling mata dan mendecak mendengar penuturannya, “Bukan gitu. Kalau misalnya gue ketemu lo disini, dan lagi sama-sama sendiri mungkin gue mau dianter sama lo. Tapi, look at this situation, lo lagi sama cewek. Mau disuruh naik taksi nanti ceweknya??? Kalau gue jadi dia sih ogah amat.”

Kulihat dia menghela nafas usai mendengar kata-kata panjang lebarku. Aku mengabaikannya yang terlihat agak frustasi dan memilih memakan eskrim ku sebelum jemputanku datang. “Fine. I’ll call you later.” Aku mengangguk menanggapinya.

Kutatap dia lama namun dia tak kunjung bergerak dan malah balas menatapku. “Kok masih disini??????!!!!”

“Lah ngusir.”

“Ck. Harusnya tuh kalau udah bilang begitu terus pergi. Bukan malah tatap-tatapan begini.” Ku dengar dia tertawa renyah sebelum merampas sendok eskrimku dan menyuapkan sesendok penuh kedalam mulutnya. “Not me. Aku masih mau disini, nungguin kamu dijemput.”

“Sini balikin sendoknya. Jangan dimakan. Ishh, jorok kali dijilatin begitu.”

“Lain kali ayok kita ngedate.” Aku membelalak kala ia dengan santainya berkata seperti itu, “Nggak sih. Nggak ngedate, lebih tepatnya staycation.”

“Apa enaknya??” Ku tanya. Dia tampak berpikir sejenak untuk memilah jawaban yang tepat. “Kalo nggak enak ya dienakin aja Hon. Gimana?? Dideket sini aja, tapi just two of us, nggak ada bodyguard nggak ada pasukan lenong. Hahaha.”

Apa-apaan nggak enak dienakin??? Maaf deh pikiranku kemana-mana padahal aku disini aja. But, idenya oke juga buat qtime. Jadi aku mengangguk menyetujui dan tak lama ponselku berdering, nama Hades tertera.

“Oh udah dibawah??? Okay, tunggu sebentar gue turun dulu.” Kata ku kala Hades bilang ia sudah berada dibawah. Mataku melirik kearah Martin yang menyibukkan diri menyendoki sisa-sisa eskrim ku tadi, “Gue pulang dulu. Lo balik aja, udah lama banget emang gak dicariin???”

Dia menggaruk lehernya yang kutahu tak gatal itu dengan meringis, “Iyasih. Tadi dia ngechat kenapa nggak balik-balik.”

“Tuhkan!! Udah ah. Aku turun dulu,” Saat hendak melangkah lenganku dicekal olehnya, refleks aku pun berbalik dan menatapnya, “What??”

Dia tiba-tiba berdiri dengan tangan yang masih memegangi pergelangan tanganku. “Ada yang ketinggalan,” aku celingukan mencari-cari apa yang tertinggal, namun aku dibuat syok sekali lagi kala dia dengan seenaknya mencium puncak kepalaku saat aku menunduk dan beralih mencium keningku kala aku mendongak menatapnya.

“Hahaha udah. Nggak ada lagi yang ketinggalan, bye Hon,” Aku ternganga melihat punggungnya yang semakin menjauh, dengan wajah yang sepertinya memerah aku pun melangkah keluar dari kedai tersebut dan berjalan turun kelantai dasar dimana Hades menunggu.

Oh iya, aku hampir lupa dengan Danny saat tadi asyik dengan Martin. Padahal tadi niat hati mau bikin Martin cemburu tapi gagal sudah. Rencana hanya sebatas rencana. Saat hendak mendial nomor Danny, dia telah lebih dulu mengirim pesan.

Setelah berkendara 20 menit, mobil limousin ini berhenti didepan rumah super megah yang ku yakini stadion bung karno pun kalah besar. Aku turun terlebih dahulu yang langsung disambut oleh Villion Martin yang sangat keren malam ini. Hahaha.

Dengan berbalut Jas hitam dan kemeja putih itu, mataku menatapnya dari ujung sepatu sampai pada ujung rambutnya. Aku mendecak kala melihat rambutnya tidak ditata mirip seperti kemarin. “Jelek banget rambutnya.” Protesku, Ia hanya terkekeh lalu lanjut menggandeng lenganku dan melangkah masuk terlebih dahulu.

“Ih Mark. Rambut lu, gue gak suka,” Kataku memanggilnya dengan nama panggilan yang ku buat untuknya itu kala sudah memasuki bagian dalam rumahnya. Dia menoleh dan mengacak poniku yang sudah kutata dengan sangat rapi itu sembati terkekeh. “Lah kamu suka rambutku doang?? Gak suka orangnya??”

Aku mendecak dan berjalan lebih dulu meninggalkan dia yang sudah tertawa keras. “Iya, nanti dibenerin. Kamu sendiri deh yang jadi hairdressernya.” Kata Martin kala sudah berada disampingku, aku menoleh menatapnya, “Serius boleh???”

Ia mengangguk, aku berseru senang membuatnya terkekeh pelan. “Silahkan duduk.” Katanya sembari menarik kursi meja makan itu untuk ku duduki. Aku pun tersenyum dan mendudukkan diri.

Bonne nuit ma petite princesse” Aku tersenyum mendengar sapaan itu dari Ayah Martin. Mr. Castiglione. “Bonne nuit Sir.

Setelah semua berkumpul, kami makan dengan sesekali para orang tua membahas bisnis dan apapun itu yang aku tidak minat untuk mengerti. “Martin, bisa kamu bawa Nana keatas?? Kami mau membicarakan hal yang sedikit dewasa.” Kata Mr. Castiglione kepada Martin yang langsung dianggukinya. Akupun mengikutinya beranjak dan digandengnya menuju keatas.

Didepan pintu kamar berwarna light blue ini aku berdiri, kulirik sekeliling ruangan, ternyata pintu ini saja yang berwarna light blue. Lainnya berwarna putih dan beberapa abu-abu. Saat kutanya kenapa, jawabannya adalah karena dia suka langit?? Sungguh menjengkelkan.

“Welcome to my room, Hon.”

Wow, satu yang bisa aku deskripsikan. Dia begitu suka warna biru, banyak action figure Sully karakter dari Monsters Inc dietalase pojok kamarnya. Dan juga, Ah, ada beberapa standing doll berbentuk semangka dimeja belajarnya.

“Gak nyangka banget lu sangar gini tapi ngoleksi semangka.” Celetukku sembari melangkah kearah etalase nya yang penuh dengan boneka semangka. “Kan aku udah pernah bilang sebelumnya. Gak tau kenapa sih, suka aja,” Jawabnya sembari menarik salah satu boneka semangka disofa depan ranjangnya dan memeluknya erat.

“Sini duduk.” Katanya sembari menepuk-nepuk bagian kosong sofa disampingnya. Aku menurut dan mendudukkan diri disampingnya, “Jadi?? Siapa namanya??” Aku bertanya.

Dia mengangkat alisnya dan menatapku lekat, “Siapa??”

“Pacar lu.”

“Listen Hon. Aku gak punya pacar,”

“Gak punya pacar tapi gebetan adakan???”

Dia terkekeh sebelum merangkulku, “Hahaha,”

“Mina.”

Aku menoleh dan menatapnya bingung. “Namanya Mina, kalau dibilang pacar sih bukan. Dibilang gebetan juga bukan soalnya aku gak sebegitu kepengennya jadi pacar dia.”

“Terus??? Friends with bennefits gitu??” Ku tanya.

Dia menggeleng, “Kalau kamu gimana??? Katanya kemarin diantar pulang sama cowok??? Pacarmu??”

Aku menghela nafas dan menggeleng. “Sebernya lu setuju gaksih sama pertunangan ini???”

“Kenapa nanya gitu??”

“Nggak sih. Soalnya kebanyakan cowok tuh kalau dijodohin suka nolak.”

Ia menggeleng, “Not me.”

“Aku pertama tau bakal dijodohin juga udah seneng, meskipun belum tau bentukkannya kaya apa.” Idih seenaknya aja kalau ngomong.

“Dihh??? Kalau aku jelek terus dibatalin gitu???”

Dia tertertawa, aku sampai speechless. Ganteng banget.

“Nggak bakalan lah. Buktinya kamu cantik.”

Anjir. Ku tepuk pahanya dengan keras, bisa-bisanya menggombal disituasi kaya begini. “Gombal.”

“No. Bukan gombal, kamu emang cantik.”

Aku mengangguk sajalah biar cepet kelar. Namun cowok disampingku kini mengubah duduknya menjadi menatapku, aku mengangkat sebelah alis tak paham. “Ngapain?????”

“Besok aku antar mau??”

Aku refleks menggeleng, “Nggak lah. Nanti kalau lu anterin jadi gabisa dapet cowok guenya.”

“Yaudah sih. Kan masih ada aku disini,”

“Ck. Beda, aku mau ngerasain rasanya pacaran tau. Bukan sama Villion Martin of course.”

Kulihat ia mengerutkan kening, “Why??? Aku segitu jeleknya??”

Hahaha lihat cowok ini, merendah untuk meroket terus terusan. Aku terkekeh sebelum mendekat kearahnya dan memegang rahangnya yang tajam.

“Ah lu mah, merendah untuk meroket mulu.” Sejenak aku menatapnya yang hampir mendekati sempurna itu. Kutatap dia yang juga menatapku, namun lama kelamaan dia memajukan wajahnya. Refleks kubekap mulutnya dan aku sentil jidatnya yang sekarang sudah tidak tertutup rambutnya karena ku pakaikan jedai milikku.

“Upsss. Not today.” Kataku sembari mengerling dan tertawa melihat ekspresinya yang sulit dijelaskan.