vanillaeste


Agam Birendra

begitulah namanya, seorang pemuda yang berada dalam satu kampus denganku, namun kami berbeda fakultas.

Agam, begitulah teman-temannya memanggil dan tentu saja aku juga memanggil nya seperti itu.

Aku dengar orangtua Agam sudah bercerai sejak saat dia duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas, hidupnya yang suram dimulai sejak saat itu. Agam hidup bersama dengan Ayahnya yang setiap hari harus bekerja dan tak kenal waktu, bahkan Agam jarang bertemu dengan Ayahnya.

Agam adalah pemuda yang sangat pemarah dan angkuh, namun dia memiliki sisi yang sangat sensitif dan itu jika menyangkut tentang sang Ibu. Dirinya kini harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa lagi untuk meminta pelukan Ibunya sepanjang waktu.

Tidak ada yang dijadikan sandaran oleh Agam, dia hanya memiliki teman-temannya yang selalu ada untuk menghibur Agam meskipun menurutku itu adalah cara yang salah karena mereka selalu mengajak Agam untuk pergi ke bar untuk menegak minuman ber alkohol.


Sejak saat itu aku telah mengetahui bahwa Agam adalah anak yang menyedihkan, bagaimana tidak? dia sama sekali tidak memiliki tempat untung pulang, dan tidak ada seorang pun yang bisa dijadikannya tempat sampah untuk membuang seluruh kepedihan yang di pikulnya.

Aku mencoba untuk masuk ke dalam kehidupan Agam, aku ingin membuat dirinya berbagi masalah denganku, meskipun aku tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk Agam.

Saat aku mengetahui bahwa Agam dan teman-temannya memainkan sesuatu yang sangat menjijikkan, aku pun memutuskan untuk bertanya kepada Agam bagaimana taruhan itu bisa terjadi, dan mengapa harus aku yang menjadi target mereka.

Saat ini kami berada di sebuah danau yang berada tidak jauh dari area kampus, kami duduk dibawah pohon yang cukup besar dan aku mulai menanyakan apa yang ingin aku tanyakan pada Agam.

Dia membenarkan apa yang aku tanyakan kepada dirinya, dia menjelaskan bagaimana ini semua bisa terjadi, namun ini semua telah berakhir karena Agam menyerah untuk permainan bodoh ini.

“Aku tidak mau bermain permainan konyol seperti ini dengan mereka” Tutur Agam kepadaku yang kini memandanginya dengan intens.

Aku bertanya mengapa dia tidak melanjutkan permainan ini, dan aku juga memberitahu kalau sedikit lagi dia bisa memenangkan permainan ini.

Agam nampak kebingungan dengan ucapanku, karena secara tidak langsung aku mengatakan bahwa aku menyukainya.

Aku memang menyukai Agam, sebagaimana aku ingin menjadi rumah untuknya sekaligus menjadi tempat sampah untuk Agam. Aku mengatakan itu semua pada Agam.

Hingga dia menghela nafasnya sangat panjang, dia kini mulai membuka dirinya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya maupun keluarga yang sudah retak beberapa tahun yang lalu.

Aku mendengarkan apa yang sedang Agam bicarakan dan secara tidak sadar air mataku mengalir dengan sendirinya. Berat sekali memang kehidupan yang telah dijalani oleh Agam selama ini. Seraya memegang bahu Agam, aku pun memeluknya dan menenangkan dia.

“terimakasih”, ucapnya di sela pelukan kami.

Malam sudah lumayan larut dan kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, Agam juga mengantarku pulang hari ini dia membawa motor Ducati nya yang berwarna merah itu.

Hembusan angin malam yang dingin dan juga jalanan yang sudah lumayan sepi hanya menyisakan lampu jalan yang menghiasi perjalanan kami menuju rumah.

Mengapa Agam mengendarai motornya sangat kencang sekali? Bahkan jalanan ini sepi dan kurasa tidak perlu terburu-buru dia juga tidak mengenakan helm nya dan bahkan memberikan benda itu kepadaku.

“hey, bukannya terlalu kencang?” ucapku.

Dia bertanya apa aku ketakutan dan aku menjawab tentu saja, bisa kau pelankan sedikit saja?

“Baiklah, kalo begitu bisa ucapkan kalo kamu sayang sama aku?” Agam berbicara dengan sedikit tertawa karena melihat aku ketakutan

“Tentu saja aku menyayangimu, aku juga suka padamu dan sekarang apa kamu bisa mengurangi kecepatan motormu?” Ucapku yang masih ketakutan.

“Peluk aku” tambahnya

Aku langsung memeluknya dan menenggelamkan kepalaku di punggung Agam

“Lebih erat, lebih erat lagi dari yang tadi” Sahutnya yang kini dengan nada yang dalam

Aku mengencangkan pelukan ku kepada Agam, dia tidak mengurangi kecepatannya.

“Agra, terimakasih aku mencintaim—”


Maris Agra

Halo Agra, ini Agam ncjskkam


Agam Birendra

begitulah namanya, seorang pemuda yang berada dalam satu kampus denganku, namun kami berbeda fakultas.

Agam, begitulah teman-temannya memanggil dan tentu saja aku juga memanggil nya seperti itu.

Aku dengar orangtua Agam sudah bercerai sejak saat dia duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas, hidupnya yang suram dimulai sejak saat itu. Agam hidup bersama dengan Ayahnya yang setiap hari harus bekerja dan tak kenal waktu, bahkan Agam jarang bertemu dengan Ayahnya.

Agam adalah pemuda yang sangat pemarah dan angkuh, namun dia memiliki sisi yang sangat sensitif dan itu jika menyangkut tentang sang Ibu. Dirinya kini harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa lagi untuk meminta pelukan Ibunya sepanjang waktu.

Tidak ada yang dijadikan sandaran oleh Agam, dia hanya memiliki teman-temannya yang selalu ada untuk menghibur Agam meskipun menurutku itu adalah cara yang salah karena mereka selalu mengajak Agam untuk pergi ke bar untuk menegak minuman ber alkohol.


Sejak saat itu aku telah mengetahui bahwa Agam adalah anak yang menyedihkan, bagaimana tidak? dia sama sekali tidak memiliki tempat untung pulang, dan tidak ada seorang pun yang bisa dijadikannya tempat sampah untuk membuang seluruh kepedihan yang di pikulnya.

Aku mencoba untuk masuk ke dalam kehidupan Agam, aku ingin membuat dirinya berbagi masalah denganku, meskipun aku tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk Agam.

Saat aku mengetahui bahwa Agam dan teman-temannya memainkan sesuatu yang sangat menjijikkan, aku pun memutuskan untuk bertanya kepada Agam bagaimana taruhan itu bisa terjadi, dan mengapa harus aku yang menjadi target mereka.

Saat ini kami berada di sebuah danau yang berada tidak jauh dari area kampus, kami duduk dibawah pohon yang cukup besar dan aku mulai menanyakan apa yang ingin aku tanyakan pada Agam.

Dia membenarkan apa yang aku tanyakan kepada dirinya, dia menjelaskan bagaimana ini semua bisa terjadi, namun ini semua telah berakhir karena Agam menyerah untuk permainan bodoh ini.

“Aku tidak mau bermain permainan konyol seperti ini dengan mereka” Tutur Agam kepadaku yang kini memandanginya dengan intens.

Aku bertanya mengapa dia tidak melanjutkan permainan ini, dan aku juga memberitahu kalau sedikit lagi dia bisa memenangkan permainan ini.

Agam nampak kebingungan dengan ucapanku, karena secara tidak langsung aku mengatakan bahwa aku menyukainya.

Aku memang menyukai Agam, sebagaimana aku ingin menjadi rumah untuknya sekaligus menjadi tempat sampah untuk Agam. Aku mengatakan itu semua pada Agam.

Hingga dia menghela nafasnya sangat panjang, dia kini mulai membuka dirinya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya maupun keluarga yang sudah retak beberapa tahun yang lalu.

Aku mendengarkan apa yang sedang Agam bicarakan dan secara tidak sadar air mataku mengalir dengan sendirinya. Berat sekali memang kehidupan yang telah dijalani oleh Agam selama ini. Seraya memegang bahu Agam, aku pun memeluknya dan menenangkan dia.

“terimakasih”, ucapnya di sela pelukan kami.

Malam sudah lumayan larut dan kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, Agam juga mengantarku pulang hari ini dia membawa motor Ducati nya yang berwarna merah itu.

Hembusan angin malam yang dingin dan juga jalanan yang sudah lumayan sepi hanya menyisakan lampu jalan yang menghiasi perjalanan kami menuju rumah.

Mengapa Agam mengendarai motornya sangat kencang sekali? Bahkan jalanan ini sepi dan kurasa tidak perlu terburu-buru dia juga tidak mengenakan helm nya dan bahkan memberikan benda itu kepadaku.

“hey, bukannya terlalu kencang?” ucapku.

Dia bertanya apa aku ketakutan dan aku menjawab tentu saja, bisa kau pelankan sedikit saja?

“Baiklah, kalo begitu bisa ucapkan kalo kamu sayang sama aku?” Agam berbicara dengan sedikit tertawa karena melihat aku ketakutan

“Tentu saja aku menyayangimu, aku juga suka padamu dan sekarang apa kamu bisa mengurangi kecepatan motormu?” Ucapku yang masih ketakutan.

“Peluk aku” tambahnya

Aku langsung memeluknya dan menenggelamkan kepalaku di punggung Agam

“Lebih erat, lebih erat lagi dari yang tadi” Sahutnya yang kini dengan nada yang dalam

Aku mengencangkan pelukan ku kepada Agam, dia tidak mengurangi kecepatannya.

“Agra, terimakasih aku mencintaim—”


Maris Agra Halo Agra, ini Agam


Agam Birendra

begitulah namanya, seorang pemuda yang berada dalam satu kampus denganku, namun kami berbeda fakultas.

Agam, begitulah teman-temannya memanggil dan tentu saja aku juga memanggil nya seperti itu.

Aku dengar orangtua Agam sudah bercerai sejak saat dia duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas, hidupnya yang suram dimulai sejak saat itu. Agam hidup bersama dengan Ayahnya yang setiap hari harus bekerja dan tak kenal waktu, bahkan Agam jarang bertemu dengan Ayahnya.

Agam adalah pemuda yang sangat pemarah dan angkuh, namun dia memiliki sisi yang sangat sensitif dan itu jika menyangkut tentang sang Ibu. Dirinya kini harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa lagi untuk meminta pelukan Ibunya sepanjang waktu.

Tidak ada yang dijadikan sandaran oleh Agam, dia hanya memiliki teman-temannya yang selalu ada untuk menghibur Agam meskipun menurutku itu adalah cara yang salah karena mereka selalu mengajak Agam untuk pergi ke bar untuk menegak minuman ber alkohol.


Sejak saat itu aku telah mengetahui bahwa Agam adalah anak yang menyedihkan, bagaimana tidak? dia sama sekali tidak memiliki tempat untung pulang, dan tidak ada seorang pun yang bisa dijadikannya tempat sampah untuk membuang seluruh kepedihan yang di pikulnya.

Aku mencoba untuk masuk ke dalam kehidupan Agam, aku ingin membuat dirinya berbagi masalah denganku, meskipun aku tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk Agam.

Saat aku mengetahui bahwa Agam dan teman-temannya memainkan sesuatu yang sangat menjijikkan, aku pun memutuskan untuk bertanya kepada Agam bagaimana taruhan itu bisa terjadi, dan mengapa harus aku yang menjadi target mereka.

Saat ini kami berada di sebuah danau yang berada tidak jauh dari area kampus, kami duduk dibawah pohon yang cukup besar dan aku mulai menanyakan apa yang ingin aku tanyakan pada Agam.

Dia membenarkan apa yang aku tanyakan kepada dirinya, dia menjelaskan bagaimana ini semua bisa terjadi, namun ini semua telah berakhir karena Agam menyerah untuk permainan bodoh ini.

“Aku tidak mau bermain permainan konyol seperti ini dengan mereka” Tutur Agam kepadaku yang kini memandanginya dengan intens.

Aku bertanya mengapa dia tidak melanjutkan permainan ini, dan aku juga memberitahu kalau sedikit lagi dia bisa memenangkan permainan ini.

Agam nampak kebingungan dengan ucapanku, karena secara tidak langsung aku mengatakan bahwa aku menyukainya.

Aku memang menyukai Agam, sebagaimana aku ingin menjadi rumah untuknya sekaligus menjadi tempat sampah untuk Agam. Aku mengatakan itu semua pada Agam.

Hingga dia menghela nafasnya sangat panjang, dia kini mulai membuka dirinya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya maupun keluarga yang sudah retak beberapa tahun yang lalu.

Aku mendengarkan apa yang sedang Agam bicarakan dan secara tidak sadar air mataku mengalir dengan sendirinya. Berat sekali memang kehidupan yang telah dijalani oleh Agam selama ini. Seraya memegang bahu Agam, aku pun memeluknya dan menenangkan dia.

“terimakasih”, ucapnya di sela pelukan kami.

Malam sudah lumayan larut dan kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, Agam juga mengantarku pulang hari ini dia membawa motor Ducati nya yang berwarna merah itu.

Hembusan angin malam yang dingin dan juga jalanan yang sudah lumayan sepi hanya menyisakan lampu jalan yang menghiasi perjalanan kami menuju rumah.

Mengapa Agam mengendarai motornya sangat kencang sekali? Bahkan jalanan ini sepi dan kurasa tidak perlu terburu-buru dia juga tidak mengenakan helm nya dan bahkan memberikan benda itu kepadaku.

“hey, bukannya terlalu kencang?” ucapku.

Dia bertanya apa aku ketakutan dan aku menjawab tentu saja, bisa kau pelankan sedikit saja?

“Baiklah, kalo begitu bisa ucapkan kalo kamu sayang sama aku?” Agam berbicara dengan sedikit tertawa karena melihat aku ketakutan

“Tentu saja aku menyayangimu, aku juga suka padamu dan sekarang apa kamu bisa mengurangi kecepatan motormu?” Ucapku yang masih ketakutan.

“Peluk aku” tambahnya

Aku langsung memeluknya dan menenggelamkan kepalaku di punggung Agam

“Lebih erat, lebih erat lagi dari yang tadi” Sahutnya yang kini dengan nada yang dalam

Aku mengencangkan pelukan ku kepada Agam, dia tidak mengurangi kecepatannya.

“Agra, terimakasih aku mencintaim—”


Maris Agra

Mahayana Abiyu

Sudah sejak tiga tahun lalu kami menjalani hubungan yang sangat ditentang oleh orang tua maupun Tuhan kami masing-masing, tembok yang sangat sulit untuk ditembus bahkan untuk merobohkannya pun kami tidak sanggup.

Kami pun tahu bahwa tidak mungkin kami bisa bersama. Apa yang seharusnya berbeda justru Tuhan memberinya sama dan apa yang seharusnya sama justru Tuhan memberinya berbeda. Aku mencintainya-sangat mencintainya malah, tetapi aku tahu bahwa sebesar apa pun aku mencintai dirinya, aku tidak bisa merebut dia dari Tuhan pencipta dirinya.

Seperti yang dikatakan David tadi pagi, dia datang untuk mengajakku sekadar makan siang yang jauh dari area kampus kami.

Hal yang biasa dia lakukan menceritakan hal- hal kecil yang membuatku melupakan semua masalah yang ada di rumah maupun mata kuliah yang membuat kepalaku hampir meledak dibuatnya.

Ia menghiasi wajahnya dengan senyuman dan sesekali dia melirik ke arahku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja dan tidak sedang memikirkan hal berat seperti hubungan kami yang tidak mendapatkan restu dari orang tuaku.

David selalu bertanya kepadaku bagaimana hariku dan bertanya tentang bagaimana cara supaya viharaku dan gerejanya bisa jatuh cinta. Ya, hanya sekedar candaan memang, tetapi aku sangat berharap kepada Tuhan bahwa itu bukan hanya sebuah candaan yang kami lontarkan.

Sesampainya kami di tempat makan, David tak hentinya bertanya mengenai apa yang terjadi kepadaku dan mengapa aku terlihat murung sejak berada di mobil tadi.

Aku mencoba mengatakan bahwa tidak ada apa pun yang sedang terjadi, tapi bagaimana pun juga, David tidak Mempercayaiku dan akupun tidak bisa berbohong kepadanya Aku pun akhirnya menceritakan tentang orang tuaku yang ingin memperkenalkan diriku kepada temannya.

David pun menghela napasnya dan memegang tanganku seraya mengatakan, “its okay. Lakukan saja tidak apa – apa Biu. Jika kamu merasa gugup, ingatlah bahwa Tuhanmu ada di dalam lubuk hati yang paling dalam dan serahkan semua kepada-Nya”

Ya, selalu saja Tuhanmu, tidak pernah ada kata Tuhan kami di antara percakapan yang selama ini kami lontarkan.

Selama perjalanan pulang, kami tidak berbicara tentang apa pun, kami berdua terdiam hingga sampai tempat di mana aku seharusnya menunggu kakakku untuk menjemput.

Vihara

Selepas kepergian David, aku memutuskan untuk berdoa sejenak di dalam vihara. Aku tahu bahwa yang aku minta sangat tidak mungkin dikabulkan oleh Tuhan. Bagaimana tidak, yang kuminta adalah supaya kami bisa dipersatukan bagaimana pun caranya. Aku pun tahu ini sangat egois bahkan terkesan memaksa kehendak Tuhan.

Christopher David Gabriel

Aku sangat tahu bahwa dia -Biyu- sedang memikirkan hal yang berat di kepalanya.apalagi kalau bukan kehendak orang tuanya yang ingin menjodohkan dirinya dengan orang lain?

Aku tidak tahu harus berbuat dan bereaksi seperti apa selain menenangkan Biyu supaya dia tidak terlalu membebani pikirannya.

Sesaat setelah aku mengantarkan pria yang kusebut sebagai kekasihku itu turun tepat di depan tempat ibadahnya, aku pun sama, aku pergi ke tempat ibadahku untuk duduk dan mengepalkan tanganku berdoa dan meminta kepada Tuhanku.

Tuhan, aku tahu bahwa aku sangat lancang mencintai makhluk yang bukan umat-Mu bahkan aku sangat lancang untuk meminta dipersatukan dengan dia oleh-Mu. Aku sangat tidak tahu harus pergi ke mana lagi untuk menceritakan kebodohan yang telah aku perbuat selama tiga tahun terakhir ini.

Tuhan, jika boleh aku meminta tolong ciptakan kami dengan wadah yang pas, dengan keyakinan yang sama dan dengan wujud yang berbeda sebagaimana Yusuf dan Maria. Entah itu berapa lama kami menunggu. Tetapi aku mohon kepada-Mu, tolong persatukan kami di kehidupan selanjutnya dan bahagiakan kami.

Aku masih menundukkan kepalaku dan terus meminta kepada-Nya sampai aku tidak menyadari bahwa aku sudah berada di gerejaku lumayan lama dan sudah hampir petang. Aku melihat ponselku sejenak dan tidak ada kabar dari Biyu. Tidak apa, aku sudah tahu bahwa sekarang dia sedang bersama dengan keluarganya dan tentu saja seseorang yang akan dijodohkan dengannya.

Waktu berjalan sangat cepat, hingga hari selanjutnya pun tiba dan aku juga sudah menerima telepon dari kekasihku pagi ini. Ya seperti biasa, dia berbicara sangat manis padaku dan seperti tidak terjadi apa- apa kemarin. Dia memintaku untuk menemuinya di tempat pertama kami bertemu dulu, Bakso Udang.


Pertemuan ku dengan Biyu di tempat itu akhirnya membawa kisah kami pada bab terakhir, perjalanan yang telah kami bangun selama tiga tahun dan dengan usaha yang tiada habis nya, doa serta harapan yang terus kami lontarkan ternyata tidak cukup mampu membawa kisah kami berakhir seperti kisah Yusuf dan Maria.

Kami selesai.

Iya, kalian tidak salah membaca karena hubungan kami benar benar selesai dan Biyu mau tidak mau harus menuruti kehendak kedua orangtua nya. Sakit? ini sangat sakit sekali bagaimana pun cara berpisah dan se manis apa pun perpisahan, itu akan tetap menyakitkan untukku.

Tuhan, penat rasanya harus melepaskan dia. Aku sangat takut kehilangan dirinya, tiga tahun itu sangat sia-sia bukan? kini tugasku untuk menjaga nya telah selesai, semuanya aku serahkan kepadamu. Aku hanya ingin bersimpuh dan menangis selama yang aku mau kepadamu

Cara berdoa yang berbeda, rumah ibadah yang berbeda namun dengan air mata yang sama. Kapan dia bisa ber ibadah dan memohon doa tepat di sampingku? Kapan dia akan mengucap nama tuhan yang sama denganku?

Aku adalah manusia paling egois di dunia ini, karena sangat mencintai kekasiku yang kini sudah tidak bersama diriku lagi. Mahayana Abiyu

Dan kini aku hanya meminta kepada mu Tuhan, biarkan dia dijaga oleh yang pantas dan biarkan dia bahagia dengan pilihannya. Biarkan dia mendapat kekasih yang ber keyakinan sama dengan dirinya. Terimakasih Tuhan kau sungguh baik.

##SALIB DAN DUPA

Mahayana Abiyu

Sudah sejak tiga tahun lalu kami menjalani hubungan yang sangat ditentang oleh orang tua maupun Tuhan kami masing-masing, tembok yang sangat sulit untuk ditembus bahkan untuk merobohkannya pun kami tidak sanggup.

Kami pun tahu bahwa tidak mungkin kami bisa bersama. Apa yang seharusnya berbeda justru Tuhan memberinya sama dan apa yang seharusnya sama justru Tuhan memberinya berbeda. Aku mencintainya-sangat mencintainya malah, tetapi aku tahu bahwa sebesar apa pun aku mencintai dirinya, aku tidak bisa merebut dia dari Tuhan pencipta dirinya.

Seperti yang dikatakan David tadi pagi, dia datang untuk mengajakku sekadar makan siang yang jauh dari area kampus kami.

Hal yang biasa dia lakukan menceritakan hal- hal kecil yang membuatku melupakan semua masalah yang ada di rumah maupun mata kuliah yang membuat kepalaku hampir meledak dibuatnya.

Ia menghiasi wajahnya dengan senyuman dan sesekali dia melirik ke arahku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja dan tidak sedang memikirkan hal berat seperti hubungan kami yang tidak mendapatkan restu dari orang tuaku.

David selalu bertanya kepadaku bagaimana hariku dan bertanya tentang bagaimana cara supaya viharaku dan gerejanya bisa jatuh cinta. Ya, hanya sekedar candaan memang, tetapi aku sangat berharap kepada Tuhan bahwa itu bukan hanya sebuah candaan yang kami lontarkan.

Sesampainya kami di tempat makan, David tak hentinya bertanya mengenai apa yang terjadi kepadaku dan mengapa aku terlihat murung sejak berada di mobil tadi.

Aku mencoba mengatakan bahwa tidak ada apa pun yang sedang terjadi, tapi bagaimana pun juga, David tidak Mempercayaiku dan akupun tidak bisa berbohong kepadanya Aku pun akhirnya menceritakan tentang orang tuaku yang ingin memperkenalkan diriku kepada temannya.

David pun menghela napasnya dan memegang tanganku seraya mengatakan, “its okay. Lakukan saja tidak apa – apa Biu. Jika kamu merasa gugup, ingatlah bahwa Tuhanmu ada di dalam lubuk hati yang paling dalam dan serahkan semua kepada-Nya”

Ya, selalu saja Tuhanmu, tidak pernah ada kata Tuhan kami di antara percakapan yang selama ini kami lontarkan.

Selama perjalanan pulang, kami tidak berbicara tentang apa pun, kami berdua terdiam hingga sampai tempat di mana aku seharusnya menunggu kakakku untuk menjemput.

Vihara

Selepas kepergian David, aku memutuskan untuk berdoa sejenak di dalam vihara. Aku tahu bahwa yang aku minta sangat tidak mungkin dikabulkan oleh Tuhan. Bagaimana tidak, yang kuminta adalah supaya kami bisa dipersatukan bagaimana pun caranya. Aku pun tahu ini sangat egois bahkan terkesan memaksa kehendak Tuhan.

Christopher David Gabriel

Aku sangat tahu bahwa dia -Biyu- sedang memikirkan hal yang berat di kepalanya.apalagi kalau bukan kehendak orang tuanya yang ingin menjodohkan dirinya dengan orang lain?

Aku tidak tahu harus berbuat dan bereaksi seperti apa selain menenangkan Biyu supaya dia tidak terlalu membebani pikirannya.

Sesaat setelah aku mengantarkan pria yang kusebut sebagai kekasihku itu turun tepat di depan tempat ibadahnya, aku pun sama, aku pergi ke tempat ibadahku untuk duduk dan mengepalkan tanganku berdoa dan meminta kepada Tuhanku.

Tuhan, aku tahu bahwa aku sangat lancang mencintai makhluk yang bukan umat-Mu bahkan aku sangat lancang untuk meminta dipersatukan dengan dia oleh-Mu. Aku sangat tidak tahu harus pergi ke mana lagi untuk menceritakan kebodohan yang telah aku perbuat selama tiga tahun terakhir ini.

Tuhan, jika boleh aku meminta tolong ciptakan kami dengan wadah yang pas, dengan keyakinan yang sama dan dengan wujud yang berbeda sebagaimana Yusuf dan Maria. Entah itu berapa lama kami menunggu. Tetapi aku mohon kepada-Mu, tolong persatukan kami di kehidupan selanjutnya dan bahagiakan kami.

Aku masih menundukkan kepalaku dan terus meminta kepada-Nya sampai aku tidak menyadari bahwa aku sudah berada di gerejaku lumayan lama dan sudah hampir petang. Aku melihat ponselku sejenak dan tidak ada kabar dari Biyu. Tidak apa, aku sudah tahu bahwa sekarang dia sedang bersama dengan keluarganya dan tentu saja seseorang yang akan dijodohkan dengannya.

Waktu berjalan sangat cepat, hingga hari selanjutnya pun tiba dan aku juga sudah menerima telepon dari kekasihku pagi ini. Ya seperti biasa, dia berbicara sangat manis padaku dan seperti tidak terjadi apa- apa kemarin. Dia memintaku untuk menemuinya di tempat pertama kami bertemu dulu, Bakso Udang.


Pertemuan ku dengan Biyu di tempat itu akhirnya membawa kisah kami pada bab terakhir, perjalanan yang telah kami bangun selama tiga tahun dan dengan usaha yang tiada habis nya, doa serta harapan yang terus kami lontarkan ternyata tidak cukup mampu membawa kisah kami berakhir seperti kisah Yusuf dan Maria.

Kami selesai.

Iya, kalian tidak salah membaca karena hubungan kami benar benar selesai dan Biyu mau tidak mau harus menuruti kehendak kedua orangtua nya. Sakit? ini sangat sakit sekali bagaimana pun cara berpisah dan se manis apa pun perpisahan, itu akan tetap menyakitkan untukku.

Tuhan, penat rasanya harus melepaskan dia. Aku sangat takut kehilangan dirinya, tiga tahun itu sangat sia-sia bukan? kini tugasku untuk menjaga nya telah selesai, semuanya aku serahkan kepadamu. Aku hanya ingin bersimpuh dan menangis selama yang aku mau kepadamu

Cara berdoa yang berbeda, rumah ibadah yang berbeda namun dengan air mata yang sama. Kapan dia bisa ber ibadah dan memohon doa tepat di sampingku? Kapan dia akan mengucap nama tuhan yang sama denganku?

Aku adalah manusia paling egois di dunia ini, karena sangat mencintai kekasiku yang kini sudah tidak bersama diriku lagi. Mahayana Abiyu

Dan kini aku hanya meminta kepada mu Tuhan, biarkan dia dijaga oleh yang pantas dan biarkan dia bahagia dengan pilihannya. Biarkan dia mendapat kekasih yang ber keyakinan sama dengan dirinya. Terimakasih Tuhan kau sungguh baik.

Malam Kelam

hari ini tepat 5 hari setelah kejadian kecelakaan akibat balapan liar antara Agam dan Bagas, kerusakan yang ditimbulkan pun cukup parah dan harus mengganti rugi yang tidak sedikit.

“Jadi, sampe kapan kita musuhan terus? apa ndak kita ini berteman aja? kan udah sering ketemu juga kalo ke bar?” Ucap Jehan yang sudah memegang satu gelas alkohol dan mengangkatnya ke atas, memberi isyarat bahwa ia ingin melakukan 'tos'

Setelah berpikir, teman teman Agra pun menyetujui dan melakukan tos bersama dengan teman teman Agam yang lain, mereka berada di meja yang sama dan kini sudah saling berbicara satu sama lain.

Terlihat Agam pun berjalan sempoyongan menuju atap Bar miliknya dan tak lupa dia juga menenteng satu botol alhokol yang masih belum terbuka.

Sesampainya di atap, Agam memandangi betapa indahnya kota dari atas sana dan merasakan angin berhembus yang membuat rambutnya kini sedikit berantakan.

“Ma, tau gak seh kalo agam kangen banget sama Mama” Agam bermonolog sambil bersandar di kursi kayu dekat dengan tanaman bunga mawar.

“Dulu mama sering banget loh ngasih air ke bunga bunga yang ada disini haha sekarang sudah gak ada yang ngasih Ma, bunganya juga agak layu” Ucapnya sambil meneguk minuman yang sedari tadi dibawanya.

Agam pun tertidur dengan posisi yang masih mabuk dan dia tidur di kursi kayu panjang yang berada disebelah tadi dia bersandar.

“Gam, bangun ayo” Suara samar terdengar di telinga Agam, dia mencoba membuka matanya tetapi kepalanya sangat berat dan masih ingin berbaring disana.

Ya berbaring di paha seseorang yang sudah menempatkan kepala Agam ke pahanya itu —Agra

“Tolong jangan pergi, tolong biarkan aku dalam posisi ini sebentar lagi” Ucap Agam lirih sambil memegang tangan Agra

Agra tau bahwa Agam sedang mabuk dan Agam sudah jelas tidak sadar apa yang sedang dilakukannya.

“Gra, kamu tau gak seh?? kemarin tuh papa aku habis marah kayak yang kamu bilang waktu itu” Agam meracau dan didengarkan oleh Agra sedikit menundukan kepalanya

“Hm” ucap Agra sambil mengangguk,

“Katanya kalau mau mati mending cari cara lain, jangan ngerugiin orang hahahaha papaku emang orang yang bodoh, aku besok mau bunuh diri aja Gra, aku capek banget hidup kayak gini” Ucap Agam sambil menutup matanya

Agra yang menyadari ucapan Agam pun langsung mencengkeram tangan Agam,“He kamu jangan gitu, liaten lahhh kamu masih punya teman temanmu seng sayang banget sam kamu dan mereka juga baik baik loh gam”

Agam menyunggingkan senyumnya,“haha, baik katamu? mereka gak kayak seng kamu liat”

Agra hanya mengerjapkan matanya dan mencoba mencerna apa yang diucapkan oleh Agam barusan.

“Apa maksutmu gam?” Agra melihat ke arah Agam yang sudah tertidur di pangkuannya.

Agra pun langsung menelfon Putra supaya dia bisa membawa Agam kembali ke kamarnya.

BAD GUYS

“kenapa sih lo ada disini juga?” Ucap Agam yang mendapati Agra sudah duduk disebelah Jehan.

Jehan mendekat ke arah Agam dan memberinya gelas berisi alkohol,“Udahlah, ini dia bisa kita mainin, mumpung lagi gak ada temen temennya” Ucap Jehan sedikit berbisik

Suara riuh musik yang sangat keras membuat siapapun yang berada didalam bar ingin menari,“Ayo gra, kita kedepan” Ajak putra sambil menarik tangan Agra.

Agra pun menyetujui dan dia berbaur bersama gerombolan Putra, Agra pun terus menerus meminum alkohol yang diberikan oleh Putra.

“Udah cukup cok, lo kebanyakan anjing, ngotak kek” Ucap Agam sambil menarik paksa gelas yang hendak diminum oleh Agra.

Agra pun sudah tertidur di sofa panjang dengan kemeja yang sedikit terbuka,“Cok lihat anjing, dia mulus banget brengsek” Ucap Putra sambil mencoba membuka kancing kemeja Agra lebih lebar.

Mereka bertiga, Putra Jehan dan Juan sedang bermain main dengan tubuh Agra yang tergulai lemas di sofa bar milik Agam.

“Jancok sudah cukup, liaten itu dia udah acak acakan gitu cok” Ucap Agam sambil memegang satu botol minumal.

“Gam, kayake dia gabisa bangun, biarno aja dia sebangune yo” Kini Juan berbicara sambil memberikan smirk nya pada Agam

“Apa cok maksutmu?? aku gak nafsu sama dia” Balasnya.

Hanya tinggal Agam dan Agra di dalam bar karena semuanya telah pergi karena sudah hampir pagi.

NIGHT IN BAR

Ya malam ini adalah malam dimana Agra dan teman temannya berada di Bar milik Agam.

“Brengsekkkkk!!!” Agam nampak kesal dan membanting ponselnya ke arah meja billiard.

Yang lainnya pun sontak menoleh dan hendak menanyakan apa yang terjadi, namun Agam melihat ke arah teman temannya “Gak usah nanya gue kenapa, gue cuman lagi kesel sama bokap gue, kalian terusin aja gue mau keluar bentar” Ucapnya sambil berlalu dan menenteng satu botol alkohol.

“Agam kenapa, han?” Tanya Agra pada Jehan yang tengah bermain billiard bersama Aje dan Evan.

“Biasa, dia paling lagi marahan sama papa nya”

Agra pun melihat bahu Agam yang semakin menjauh, dia hendak mengikuti Agam namun langkahnya terhenti saat Putra menarik lengan nya

“Meh kemana? wes biarin Agam itu jangan diganggu, nanti km malah kena sasaran amukan nya Agam loh” Ucapnya sambil menuangkan minuman kedalam gelas kosong milik Agra.

Agra pun meminumnya dan dia nyengir karena rasanya sangat tidak enak,“Yekkk apa ini, gak wenak poll” Ucapnya sambil mengeluarkan lidahnya.

“Haha ini cuman bir biasa kok, gak bikin mabuk” Ucap Putra sambil merangkul bahu Agra.

Bagas yang menyadari hal itupun langsung mendekati Agra dan melepaskan tangan putra dari bahu Agra,“Apanya seng gak bikin mabuk, liaten ikio matamu buka en seng luas ben keliatan nek kadar alkoholnya tinggi banget cok” Ucap Bagas emosi sambil menunjukkan botol tersebut tepat di depan wajah Putra.

“He kenapa se ini malah bertengkar” Yusa yang sedari tadi mojok dengan Aje pun menghampiri keributan yang terjadi.

“Udahlah orang gini doang loh, wes kamu juga jangan marah marah gas” Ucap Juan sambil menepuk bahu Bagas.

Bagas pun berlalu dan pergi dari meja Agra dan Putra,“Kamu mabuk tah, gra?” Tanya Yusa yang melihat Agra sudah nampak sempoyongan

Agra pun hanya menggelengkan kepalanya dan dia kini bersandar pada lengan Niko,“Ga mabok apanya, liaten talah wes nempel nempel ke orang random” Ucap stevan yang berada di sebelah Niko.

“Wes ayo balik aja, Agra yo udah mabok itu gara gara Putra jancok” Bagas masih saja emosi sama Putra, karena sudah memberi Agra minuman yang kadar Alkoholnya lumayan banyak.

Akhirnya Agra, Bagas, Niko dan Stevan pun pergi dari bar milik Agam. Yusa masih disana ya karena Aje juga ada disana.

MASIH OTW

“Ini kok mereka bisa nyasar ini gimana seh” Keluh Cece saat melihat deretan bubble yang memenuhi room chat grup

“Coba berenti dulu ae, tunggu ndek depan indoagustus ituloh” Ucap Bian masih dengan posisi yang sama,

Nata pun langsung memakirkan mobil di depan indoagustus dan keluar dari mobil untuk menunggu rombongan bastian datang.

“Knp gak ditunggu ndek dalem mobil ae?” Tanya Cece yang ikut keluar dan menghampiri Nata

“Aku pengen nge vape, sambil sekalian nungguin itu anak TK” Jawabnya sambil mengeluarkan Vape yang sudah terisi penuh oleh liquid beraroma jambu biji

Meme yang sedari tadi tertidur pun akhirnya terbangun karena suara musiknya sudah mati.

“He kenapa di matikno se koh” Keluhnya saat Bian nampak memegang ponsel milik Meme

“Ituloh liaten” Ucapnya sambil menunjuk ke arah Cece yang sudah berada diluar mobil

“Ndoh kenapa? ditilang polisi?” Jawabnya sambil merapihkan rambut yang berantakan

“Yo ndakkk, ituloh anak2 kesasar kayake. mangkane km iki ojok tidur ae” Balasnya sambil memberikan ponsel milik Meme

Meme mengecek ponselnya dan melihat isi grup yang ternyata daritadi dibalas oleh Bian.

“Ini tadi Koko seng bales?” Tanya nya sambil menunjukan ponselnya

“Ya mosok km seng bales sambil tidur? Ayo keluar aja, itu km gak mau beli apa² tah??” Ajaknya sambil membuka pintu mobil, Meme menggeleng dan ikut keluar dari dalam mobil

“Hayo mari lapo kalian” Cece mengejutkan Meme yang baru saja keluar dari mobil nya

“Mari bersetubuh, lapo???” Ledeknya

Nata yang mendengar ucapan gadis itu langsung melampar bekas kotak kopi ke arah Meme

“Jancok, yo sakit se” Balasnya sambil memegang kepalanya

“Kon wedok wedok pikiranmu mesum ae, diulangi sopo kon me?” Tanya Nata ketus

Meme mengangkat sebelah alisnya,“Yo kan aku mendengarkan ucapan kalian berdua se, jadine aku ya belajar tekan kalian berdua” Jawabnya sambil melirik ke arah Cece dan Nata

Cece yang malu pun ingin menoyor kepala Meme, tapi Meme malah tertawa dan lari ke belakang Bian untuk berlindung.

“Apa seh ah, ojok kayak anak kecil” Ucapan bian langsung membuat Cece dan Meme terdiam, Mereka langsung fokus lagi untuk menelfon rombongan Bastian.


Setelah cukup lama sekitar 20 menit, akhirnya rombongan Bastian pun sampai.

“Yaapa nek kita tuker aja? Biar aku ikut di mobilku aja, kan aku udah tau jalanne” Ucap Meme sambil melangkah menuju mobilnya.

Bian pun hendak mengikuti langkah Meme yang menuju mobilnya,“Koko meh kemana?” Tanya Nata menghentikan langkah Bian.

“Loh aku juga ga ikut ndek sana?” Ucapnya sambil menunjuk ke arah Meme

“Yowes gaapa, Koh Bian sama Meme pindah aja tuker sama Koh Biu sama Koh Jep”

OTW KE PANTAI

Dirumahnya Cece.

“Meme kok luwama seh, mosok anak ini nyasar” Keluh Bastian yang sudah lama menunggu kedatangan mereka bertiga, Meme Biu dan Jobby

Cece yang nampak melihat ke arah luar pun ikut mengeluh “Iyo cik, mosok arek ini kesasar”

“Opo tah ndee kenapa2 ndek jalan yo” Ucapan Cece membuat ke 5 orang yang disana pun langsung memasang wajah khawatir

“He kamu jangan bilang kayak gitu, Baby . mungkin dia lagi beli bensin” Balas Nata sambil menghampiri Cece dan menepuk bahunya.

Bian yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya pun berbicara,“Pasti habis ini sampe”

“Emang meme nge chat km tah?” Tanya Jeff yang berada di sampingnya

“Inio tadi aku di chat sama Biu, katane udah mau sampe dan lagi ndek depan komplek” Jawabnya sambil menunjukan layar ponsel yang terlihat ada room chat Biu disana.

tak lama kemudian, suara klakson pun terdengar di telinga mereka.

“He kalian ngapain ndek depan sini?” Tanya Jobby yang mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil

“Yo nungguin kalian lah, luwama poll seh, ngapain dulu km me?” Tanya Cece sambil berkacak pinggang.

Meme nampak kesal saat keluar dari mobil, dan menutup pintunya sedikit agak kasar, “Jancok, inio ko jojo luwama banget cik, mboh meh pindah rumah paling” ucapnya ketus dan memandang sinis ke arah Jobby.

Semua terlihat sedang memaki maki Jobby, dan seperti biasa Jobby hanya cengar cengir dan tidak merasa bersalah sedikitpun.

“Tadi loh, ko jobby iku luuuwama polll loh koh, wes kudu tak tinggal ae aku males” Ucap Meme pada Bian yang nampak bersender di Mobil milik Cece

Bian terkekeh,“Kan koko wes bilang, jobby iku luwama nek rapi2” Ucapnya sambil sedikit tertawa

Meme memandang kesal ke arah Jobby dan mengalihkan pandangannya lagi ke arah ponselnya,“Koh bian tadi knp nelfon banyak banget yo?”.

Bian menoleh Meme yang sedang menunduk melihat ponselnya, “Yo km tadi lama bgt, tak kirain knp2 ndek jalan mangkanya tak telfon”

“Cie perhatian banget, koko suka yo sama aku” Meme menggoda Bian sambil sesekali menyenggol lengan pemuda yang ada di sampingnya

“Ya ndak gitu, kan takute kalian knp2 gituloh”

Mereka berdua melanjutkan pembicaraan dan sesekali Meme juga menggoda Bian dan salting sendiri.

“Jancik itu anak dua malah pacaran loh, liaten” Ucap Nata sambil mengarahkan kepala wanita itu supaya melihat ke arah Meme dan Bian

Cece terkekeh,“Biarin lah, ada kemajuan itu kokomu wes rodok mencair”

“He yaapa nek kita berangkat saiki se?” Ucap Cece pada 7 kurcaci yang sedang asik berbicara sendiri²

“Iya gaapa berangkat sekarang aja daripada kemaleman” Balas bastian sambil melihat jam yang melingkar di tangannya

“Me ayok me, ojok pacaran ae kamu” Cece berteriak pada Meme yang masih berbincang bersama Bian.

“He kamu semobil sama aku aja yo, sama Nata juga ko Bian” Cece berbicara sambil merangkul pundak Meme,

“Yaudah bearti lainne naik ke mobil nya Meme”. Ucapan Cece ini langsung di setujui oleh mereka semua

“Kamu aja seng nyetir, Bas” Kata Jeff sambil melangkah masuk ke mobil Meme

“Ini cowok cowok tok? cik enak men Bian ambek Nata bisa ndusel ndusel” Keluh Jobby saat sudah berada didalam mobil yang berisikan 4 orang lelaki semua

“Cok i, km iku wes telat. ojok sambat ae” Biu menoyor kepala Jobby hingga membuatnya sedikit kejedot ke kaca mobil

“Aku aja seng nyetir, Nat” Kata Bian sambil melangkah ke arah kemudi

“Nantik ae nek wes setengah jalan, Koko gantikno aku” Sahutnya

“Oh yawes nek gitu” Bian menganggukkan kepalanya dan pergi ke bagian belakang

“Ndoh, katae ko bian meh nyetir” Ucap Meme yang sudah berada didalam mobil

Sambil memposisikan duduknya disebelah Meme, Bian menjawab,“Katanya nantik aja nek wes setengah jalan”. Meme hanya mengangguk kan kepalanya dan terlihat sedang memakai headset

“Wes ta me? Gaada seng ketinggalan? Ko Bian? Baby? kalian wes gaada seng ketinggalan?” Cece berkata sembari menatap mereka secara bergantian dan mereka menggelengkan kepala memberi isyarat bahwa tidak ada yang tertinggal

“Okeeee, nek gitu mari kita lets gooooo” Ucap Cece semangat


“Kon tadi luwama iku leren lapose, cok?” Tanya Jeff yang berada di kursi depan bersama dengan Bastian.

“Perutku sakit cok, terus tadi yo aku blm selesai packing” Jelasnya sambil memgang perut, alasan?

“Alesan cok, wong katae bunda mu aja kon sek blm packing dari pagi su” Bantah Biu sambil kembali menoyor kepala Jobby

“Najis cok, lanang mbijukan” Tambah bastian

-

“He km lak hafal se jalane?” Tanya Nata sambil sesekali melirik ke arah Cece

“Iyo santai aja, akutuh udah hafal meskipun aku lama ndek london” Tambahnya sambil melihat ponselnya

“Dengerin opo km, Me?” Tanya Bian yang sedari tadi melihat Meme asik mendengarkan lagu melalui headset nya.

Meme yang merasa diajak bicara pun langsung menggeser posisinya lebih dekat ke arah Bian, “Oalah inio aku lagi dengerin lagunya Ash Island”

“Sini dengerin” Meme memasangkan sebelah headsetnya ke telinga bian dan nampaknya Bian menikmati musik itu

“Ini why do u say, bukan?” Tanya nya sambil melihat ke arah Meme yang sudah tertidur di pundaknya

“Padal baru ae ngoceh, lakok wes tidur” Celetuk Cece yang mendapati Meme sudah tertidur pulas di pundak Bian

“Km gak bisa senderan ndek aku kayak Meme” Ledek Nata sambil melihat ke arah Cece

“Yo nantik nek gantian nyetir lak aku bisa tidur ambek kamu” Balasnya

“Beneran yo tidur sama aku?” Tantangnya sambil memegang tangan Cece

“Nat cangkemu ojok mesum ae” Sahut Bian sambil sedikit menendang kursi Nata.