Dinner

Setelah berkendara 20 menit, mobil limousin ini berhenti didepan rumah super megah yang ku yakini stadion bung karno pun kalah besar. Aku turun terlebih dahulu yang langsung disambut oleh Villion Martin yang sangat keren malam ini. Hahaha.

Dengan berbalut Jas hitam dan kemeja putih itu, mataku menatapnya dari ujung sepatu sampai pada ujung rambutnya. Aku mendecak kala melihat rambutnya tidak ditata mirip seperti kemarin. “Jelek banget rambutnya.” Protesku, Ia hanya terkekeh lalu lanjut menggandeng lenganku dan melangkah masuk terlebih dahulu.

“Ih Mark. Rambut lu, gue gak suka,” Kataku memanggilnya dengan nama panggilan yang ku buat untuknya itu kala sudah memasuki bagian dalam rumahnya. Dia menoleh dan mengacak poniku yang sudah kutata dengan sangat rapi itu sembati terkekeh. “Lah kamu suka rambutku doang?? Gak suka orangnya??”

Aku mendecak dan berjalan lebih dulu meninggalkan dia yang sudah tertawa keras. “Iya, nanti dibenerin. Kamu sendiri deh yang jadi hairdressernya.” Kata Martin kala sudah berada disampingku, aku menoleh menatapnya, “Serius boleh???”

Ia mengangguk, aku berseru senang membuatnya terkekeh pelan. “Silahkan duduk.” Katanya sembari menarik kursi meja makan itu untuk ku duduki. Aku pun tersenyum dan mendudukkan diri.

Bonne nuit ma petite princesse” Aku tersenyum mendengar sapaan itu dari Ayah Martin. Mr. Castiglione. “Bonne nuit Sir.

Setelah semua berkumpul, kami makan dengan sesekali para orang tua membahas bisnis dan apapun itu yang aku tidak minat untuk mengerti. “Martin, bisa kamu bawa Nana keatas?? Kami mau membicarakan hal yang sedikit dewasa.” Kata Mr. Castiglione kepada Martin yang langsung dianggukinya. Akupun mengikutinya beranjak dan digandengnya menuju keatas.

Didepan pintu kamar berwarna light blue ini aku berdiri, kulirik sekeliling ruangan, ternyata pintu ini saja yang berwarna light blue. Lainnya berwarna putih dan beberapa abu-abu. Saat kutanya kenapa, jawabannya adalah karena dia suka langit?? Sungguh menjengkelkan.

“Welcome to my room, Hon.”

Wow, satu yang bisa aku deskripsikan. Dia begitu suka warna biru, banyak action figure Sully karakter dari Monsters Inc dietalase pojok kamarnya. Dan juga, Ah, ada beberapa standing doll berbentuk semangka dimeja belajarnya.

“Gak nyangka banget lu sangar gini tapi ngoleksi semangka.” Celetukku sembari melangkah kearah etalase nya yang penuh dengan boneka semangka. “Kan aku udah pernah bilang sebelumnya. Gak tau kenapa sih, suka aja,” Jawabnya sembari menarik salah satu boneka semangka disofa depan ranjangnya dan memeluknya erat.

“Sini duduk.” Katanya sembari menepuk-nepuk bagian kosong sofa disampingnya. Aku menurut dan mendudukkan diri disampingnya, “Jadi?? Siapa namanya??” Aku bertanya.

Dia mengangkat alisnya dan menatapku lekat, “Siapa??”

“Pacar lu.”

“Listen Hon. Aku gak punya pacar,”

“Gak punya pacar tapi gebetan adakan???”

Dia terkekeh sebelum merangkulku, “Hahaha,”

“Mina.”

Aku menoleh dan menatapnya bingung. “Namanya Mina, kalau dibilang pacar sih bukan. Dibilang gebetan juga bukan soalnya aku gak sebegitu kepengennya jadi pacar dia.”

“Terus??? Friends with bennefits gitu??” Ku tanya.

Dia menggeleng, “Kalau kamu gimana??? Katanya kemarin diantar pulang sama cowok??? Pacarmu??”

Aku menghela nafas dan menggeleng. “Sebernya lu setuju gaksih sama pertunangan ini???”

“Kenapa nanya gitu??”

“Nggak sih. Soalnya kebanyakan cowok tuh kalau dijodohin suka nolak.”

Ia menggeleng, “Not me.”

“Aku pertama tau bakal dijodohin juga udah seneng, meskipun belum tau bentukkannya kaya apa.” Idih seenaknya aja kalau ngomong.

“Dihh??? Kalau aku jelek terus dibatalin gitu???”

Dia tertertawa, aku sampai speechless. Ganteng banget.

“Nggak bakalan lah. Buktinya kamu cantik.”

Anjir. Ku tepuk pahanya dengan keras, bisa-bisanya menggombal disituasi kaya begini. “Gombal.”

“No. Bukan gombal, kamu emang cantik.”

Aku mengangguk sajalah biar cepet kelar. Namun cowok disampingku kini mengubah duduknya menjadi menatapku, aku mengangkat sebelah alis tak paham. “Ngapain?????”

“Besok aku antar mau??”

Aku refleks menggeleng, “Nggak lah. Nanti kalau lu anterin jadi gabisa dapet cowok guenya.”

“Yaudah sih. Kan masih ada aku disini,”

“Ck. Beda, aku mau ngerasain rasanya pacaran tau. Bukan sama Villion Martin of course.”

Kulihat ia mengerutkan kening, “Why??? Aku segitu jeleknya??”

Hahaha lihat cowok ini, merendah untuk meroket terus terusan. Aku terkekeh sebelum mendekat kearahnya dan memegang rahangnya yang tajam.

“Ah lu mah, merendah untuk meroket mulu.” Sejenak aku menatapnya yang hampir mendekati sempurna itu. Kutatap dia yang juga menatapku, namun lama kelamaan dia memajukan wajahnya. Refleks kubekap mulutnya dan aku sentil jidatnya yang sekarang sudah tidak tertutup rambutnya karena ku pakaikan jedai milikku.

“Upsss. Not today.” Kataku sembari mengerling dan tertawa melihat ekspresinya yang sulit dijelaskan.