Dianterin
Seminggu semenjak kejadian di mall yang melibatkanku dengan cewek Martin dan juga Danny, cowok itu, ya Martin belum juga meminta maaf perihal sudah ingkar janji.
Dan pagi ini seperti biasa, bangun mandi lalu bersiap pergi kesekolah. And guess what??? Hari ini aku bakalan dijemput sama.......... Martin. Hehehehehehe. Walaupun dia belum meminta maaf ada sebagian dari diriku yang senang akhirnya bertemu lagi dengan cowok itu. Ya anggap saja aku rindu.
“Hon?”
Aku sedikit tersenyum dari dalam walk in closet milikku saat indra pendengaranku menangkap suaranya yang memanggilku sembari mengetuk-ngetuk pintu kamarku.
“Iya sebentar,” Jawabku sembari bergegas memasukkan kotak pensil dan juga pouch yang berisi dua lip product dan beberapa skincare kedalam tas milikku, dikarenakan hari ini ada jadwal olahraga outdoor jadi harus siap sedia alat tempur biar tetep glowing. Hahaha.
“Eh?” Aku tersentak kala membuka pintu wajah Martin sangat dekat hingga parfum yang dipakainya terhirup olehku, wangi sekali nih orang, pikirku.
Dia tersenyum sekilas sebelum mundur beberapa langkah dan lanjut mengulurkan tangan, aku terpaku menatap tangan dan wajahnya bergantian, bingung.
“Ayok, aku gandeng.” Senyumku langsung mengembang dan lanjut menyambar tanganya dan berlalu turun.
“Sarapan dirumah apa nanti aja beli di mekdi?” Aku menoleh kearahnya yang kini merogoh kantung celananya setelah melirikku sekilas.
“Beli aja nanti,” Balasku sembari terus tersenyum, kulihat dia mengangguk dan lanjut berjalan melewati beberapa maid dirumah guna sampai dipintu utama.
Aku kasih tau, Papi dan Mami ku sedang tidak ada dirumah, jadi tidak menjadi keharusan untukku untuk makan dirumah. Aku tidak mencoba sombong, tapi aku tidak suka kalau harus makan dimeja makan panjang dan sendirian.
“Nanti dijemput gak??” Kata Martin saat mobil yang dikendarainya keluar dari gerbang dan bergabung dengan kendaraan yang lain.
Aku hendak mendecih mendengar pertanyaannya, jadi ingat kejadian kemarin yang dia bilang mau menjemputku malah asik-asik ngafe bersama wanita-wanitanya. Ck, jadi julid kan.
Sampai aku sadar aku harus menjaga image didepannya sekarang, “Nggak usah. Nanti biar gue nebeng Cece aja kalo nggak ya nyuruh Pak Heri aja biar jemput.” Jawabku final, dia tampak menghela nafas sejenak.
“Buat kemarin, aku minta maaf banget ya Hon. Kayak brengsek banget gak sih? Udah ngingkarin janji yang kubuat sendiri.”
Ck. Udah tau kalo ngingkarin janji kenapa nggak semalem aja pas chatting???????
Saat hendak membalas perkataannya, ponsel milik Martin berdering dengan nyaring membuatku langsung mengatupkan bibir. Kulirik dia yang tampak santai sembari menempelkan benda pipih itu kearah telinga.
“Iya, gue baru berangkat 15 menit lagi. Maybe bakal telat. Lo berangkat dulu aja, iya sorry.” Katanya kepada sang penelepon yang membuatku mengalihkan pandang kearah jendela sembari menghela nafas.
“Sorry, Hon. Tadi... “
Aku mendecak, dan buru-buru menyambar sebelum dia mengatakan hal yang sudah bisa ku tebak. “Its okay, lain kali kalo mau ngejemput aku, usahain jangan pas udah ada janji.”
Kulirik dia yang menghela nafas berat tanpa niat untuk membalas pernyataanku barusan. Ya aku juga nggak perduli sih sebenernya, tapi ah udahlah.
Sepanjang perjalanan yang kira-kira sepuluh menit kami berdua diam, aku menatap kearah jendela dan juga Martin yang tidak mengeluarkan suara sampai akhirnya tiba didalam pelataran sekolahku.
“Makasih udah dianterin. Hati-hati,” Aku turun tanpa menoleh kearahnya yang lagi-lagi kudengar dia menghela nafas.
Aku berjalan masuk diiringi tatapan para siswi yang berlalu lalang, setelah memasuki gedung utama aku menoleh menyaksikan mobil milik Martin telah berlalu pergi. Aku menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan langkah.
“Naaaaaaaaa...”
Aku menoleh kearah sumber suara, disana Cece bersama dengan Badrol dan Lucas tengah memegang stick ice cream melambaikan tangannya padaku. Aku sedikit mendecak sebelum akhirnya memilih menghampiri.
“Pagi-pagi dah makan eskrim aja lu,” Semprotku memhuat ketiga bocah itu terkikik, aku mengalihkan pandang kearah Cece yang duduk diatas meja. “Ngapain lu disini bertiga?”
“Nungguin lu lah. Apalagi?”
Aku mendecih, “Bohong banget. Gue tau, lu lagi nungguin Ojun kan???” Sahutku.
“Yaaaaaa, sebenernya emang sih nungguin lu, tapi kalo ketemu Ojun juga ya nggak nolak lah gue hehehehehe,” Kan? Aku sudah bisa menebak.
“Oh iya, hari ini katanya jam olahraga bakal digabung. Kelas lo sama kelas gue.” Aku menyerngit, serius??? Hehehehe jadi bisa lihat Yohan penuh keringat nih, asik.
“Kata sapa lu?” Ku tanya, Cece lalu menoleh dan menunjuk Lucas yang kini sudah sibuk memilah cewek bersama Badrol dengan dagunya.
“Yaudah sih. Kan malah enak, lo nggak cewek sendiri.” Kulirik dia yang mendecih, “Lu kali yang enak, ada gue.” Aku tertawa menanggapinya, tau saja dia. Aku selama ini rada nggak nyaman satu kelas dengan para buaya.
“Did it hurt??” Aku menoleh kala mendengar Lucas berbicara, kulihat dengan seksama gadis dihadapannya. Dan kurasa tidak ada yang salah dengannya,
“What?” Balas gadis itu sama bingungnya denganku. Kulirik Cece yang mengendikkan bahu kala kutanya gadis itu siapa.
“Did it hurt when you fell from heaven?” Aku ternganga, sumpah baru kali ini aku mendengar sesuatu yang menggelikan selain dari mulut Martin. Ewhhhhh.
“Ck. Balik sana balik. Ewhhhh lo ngapainsih gila, setresssssss.” Kata Cece sembari menepuk-nepuk keras punggung Lucas yang langsung menjerit kesakitan, lalu berlari menjauh sembari bergidik ngeri.
Aku mendelik sinis kearah Lucas yang tampak mencibir, “CEEEE TUNGGUINNNN.” Teriakku membuat Cece yang sudah jauh menoleh sekilas dan menyuruhku cepat.