Sadewa merutuk terus menerus kala grup chat keluarganya ramai oleh sang Mamas yang membeberkan postingan close friends miliknya.
Pemuda jangkung itu sesekali melirik kearah seorang gadis mungil dihadapannya yang sedang duduk menyamping di motor miliknya memainkan ponsel. “Ara, nanti kalo Kak Jen kesini kamu tolong jangan salting ya.”
Sadewa tidak tahu saja, gadis didepannya mendengus kecil kala nama itu disebut.
Tak berapa lama kemudian sebuah mobil camaro hitam berhenti didepan keduanya, Jeno turun dengan menenteng sebuah kemeja berwarna biru dan sebuah baseball cap berwarna hitam.
“Ndi kuncimu. Ndang cepet nek meh pergi, pulang ojok malem-malem. Kamu mbawa anak gadis orang.” kata Jeno beruntun sembari menarik kunci motor dengan gantungan naruto itu cepat, lalu berbalik dan menghampiri Arabella yang sudah berdiri diam menatapnya tanpa minat.
“Diluar panas, aku tau kamu meh ngajakin Dewa kemana.” kata Jeno, lagi, sambil memasangkan baseball cap miliknya ke kepala Arabella.
Gadis itu mendengus sebal sebelum merollingkan matanya dan berjalan lurus kearah Sadewa yang menatap keduanya dalam diam.
“Ntik isiin bensinku yoo, Kak, itu kayak e meh habis.” seru Sadewa kearah Jevano saat dirinya dan Ara sudah berada didalam mobil.
Jevano diatas motor milik Sadewa hanya menghela nafasnya sebelum mengangkat jarinya membentuk 'Ok' sign membalas seruan adiknya tadi.
“Kenapa ndak ngajakin Kakak ae yo kamu??” tanya Sadewa sembari sesekali melirik kearah si gadis dikursi penumpang.
“Yo aku pengene ambek kamu o. Kenapa sehh kamu gak ikhlas banget pergi ambek aku.” protes gadis itu membuat Sadewa jadi terkekeh pelan.
“Yo nggak gitu, tapi aku merasa bersalah ambek Kakak.”
“Why?? Aku lho wes ndak ada hubungan apapun ambek Jeno.”
Sadewa menghela nafas pelan lalu menolehkan kepalanya menatap Ara yang juga tengah menatapnya, dirinya tersenyum tipis, “I think he still loves you,”
“If he did, dia nggak akan jadi sebrengsek itu, Dewa.” cicit Ara yang terdengar seperti bergumam, Sadewa disebelahnya hanya mengerutkan keningnya tak paham.
“Pardon me?? Kamu bilang apa??”
Ara terkekeh pelan lalu menggeleng kecil, “Nothing. Lurus aja habis itu belok sedikit, nanti ada tenda warna biru.”
Sadewa mengangguk saja. Sepertinya mood gadis itu sedikit memburuk, pikir pemuda itu.
Warung bertenda biru yang dikatakan Ara terlihat sedikit ramai dengan pengunjung. Sadewa jadi meringis, jiwa introvertnya bergejolak agar dirinya tidak turun, namun tepukan dipunggung tangannya membuatnya mau tak mau jadi ikut keluar.
“Rame banget tau, Ara.” Sadewa mengeluh, pemuda itu bahkan belum melangkahkan kaki jenjangnya menjauh dari mobil.
Arabella jadi mendecak keras sebelum menghampiri pemuda jangkung itu dan menggandengnya, “Ndak usah banyak protes ya, Sadewa.” katanya sembari menarik tangan pemuda yang sudah pasrah itu mengikuti langkahnya.
“Disini bisa bayar pake card gak sih?? Aku takut uangku ndak cukup.” Sadewa melirik kesekitar dengan takut.
“Ndak bisa yo. Jangan mbok samakan kayak kamu biasane ngajak cewek-cewekmu ke cafe atau resto mahal.”
Pemuda itu lalu menghela nafas panjang, “Uang cash ku cuma 250 ribu, itupun bekas aku fotocopy tugas tadi.”
“Wes wes diamo. Ndek sini es campur e wenakk, kamu mesti suka.” sambar gadis itu saat pesanan keduanya diantarkan.
Sadewa menatap berbinar dua mangkuk es campur dengan warna yang sangat menarik. Dengan banyak toping dan sirup yang menggugah selera.
“Woahh, keren. Kayak bingsoo.” komentarnya sebelum menyendok dan mulai memakannya. Sedetik kemudian langsung mengeluh sakit gigi akibat serangan dingin yang dirinya tidak perkirakan.
Arabella hanya tertawa kecil. Gadis itu sibuk memotret es campur miliknya sebelum bergabung dengan Sadewa memakan es itu dengan bersemangat.
“Habis ini meh kemana??” tanya Sadewa disela-sela dirinya menikmati es campur miliknya yang sudah hampir habis.
Ara menggelengkan kepalanya tak tahu, “I don't know. Opo nonton aja??” tawar gadis itu membuat Sadewa mengangguk kecil lalu menyambar ponselnya yang tergeletak diatas meja.
“Sek tak cek e ada film apa ae.”
“Horor ae horor.” kata Ara membuat Sadewa jadi menghentikan kegiatannya dan menatap gadis itu dalam diam.
“Nooo, aku ndak bisa nonton horor.”
“Astagaaaa, kan ambek akuuu nonton e gak sendirian... Ya ya yaaa??? Sadewaaa yaaa, ayolahh mosok gak mau seh nemenin aku nonton horor.” Arabella menatap kearah Sadewa dengan mengedip lucu lalu memasang puppy eyes yang membuat Sadewa jadi menghela nafasnya kasar, siapa disini yang tega nolak kalo ada yang masang muka lucu gitu??? batin Sadewa bertanya-tanya.
Arabella lalu mengembangkan senyumnya, “YESSS!!” serunya bersemangat.
“Ini bayar e yaapa??” tanya pemuda itu setelah keduanya menghabiskan satu mangkuk es campur.
Arabella yang lebih dulu beranjak, dirinya lalu berjalan kearah sang penjual yang terlihat masih sibuk melayani pembeli. “Mas, udah. Jadinya berapa??”
“Oh mbaknya, dua saja kan?? Jadi 24 ribu mbak.”
Sadewa dibelakang gadis itu jadi membelalak kaget, lalu maju dan bertanya, “Serius, Pak?? Cuma 24 ribu??”
“Ishh, kamu budek kah?? Abang e bilang 24 ribu yo, wes wes, kamu seng bayar opo aku??”
“Aku ae lah, enak aja kamu seng bayar.” sambar Sadewa lalu mengeluarkan satu lembar uang berwarna biru lalu menyodorkannya kearah sang penjual, “Nih Pak, nggak usah kembalian ndak apa. Semangat jualan, Pakk.”
Arabella lalu terkikik sebelum berjalan terlebih dahulu, Sadewa dengan cepat menyusul lalu mengalungkan lengannya ke bahu si gadis.
“Kenapa murah yoo,” katanya masih tidak habis pikir.
“Makanya kamu itu maino ambek aku aja, biar bisa menabung buat masa depanmu. Siapa tau nanti kamu diusir sama Pippi Poppo mu.”
“Woyy kalo ngomong dipikir sekk, bisa-bisa e doain aku diusir. Nanti nek aku diusir terus kamu minta ditemenin jajan kayak begini yaapa aku gak punya mobil dan motor.” protes pemuda itu sembari terus menggerutu hingga keduanya sampai di mobil.
“Naik mobilku.” sahut Arabella sembari memasang seatbeltnya.
“Mobilmu kuecil, kaki ku panjang ntik nggak muat.”
Lalu keduanya tertawa setelah Ara mengiyakan apa yang dikatakan Sadewa.
Baik Ara maupun Sadewa, kedua berjalan dengan ragu kearah studio cinema setelah menerima tiket dan popcorn untuk menemani keduanya selama menonton film nanti.
Bioskop masih lega, namun film sebentar lagi dimulai. Sadewa menuntun Arabella menuju kursi keduanya yang berada diatas. Matanya mengedar, lalu bergidik ngeri saat hanya dirinya dan Ara yang berada di deretan kursi atas.
“Serem banget aanjiirr,” keluh Ara saat gadis itu sudah duduk manis sembari memangku popcorn caramelnya.
Sadewa yang duduk disebelahnya hanya mengangguk menyetujui.
Film tak lama kemudian dimulai. Suasana bioskop jadi semakin mencekam ditambah sound yang super keras saat adegan jump scare.
Sadewa memias dikursinya, pemuda itu terdiam sembari meremat jemari Arabella yang digenggamnya. “Sumpahh, aku wedii bangett. Astagaaaa, kapan selesainyaaa...” katanya mengeluh terus terusan.
Arabella yang juga sedikit takut jadi mendecak lalu merapatkan tubuhnya kearah pemuda jangkung disebelahnya, “Sadewa, nanti nek sampe rumah ndak bisa tidur video call an aja yo sampe pagi.” katanya membuat Sadewa jadi mengangguk pasrah.
Hampir dua jam Sadewa merasa hidupnya ditaruhkan didalam studio bioskop. Kini pemuda itu menatap kosong pada soda miliknya yang sudah berembun dan es batunya mencair.
“He, udah selesaii lohh mosok masih gitu tatapannya.” protes Arabella membuat Sadewa menatapnya berkaca-kaca.
“Sumpahhh aku wedii poll, opo kamu nggak wedii???”
“Yaapa sehh, kamu ae sepanjang film merem tok dan ngeremet tanganku.” Ara mencibir lalu kembali sibuk memakan burger miliknya.
Keduanya tadi memutuskan untuk mampir ke McDonald untuk mengisi perut, namun Sadewa masih saja bergeming, tak menyentuh burger miliknya.
Arabella jadi sedikit bersimpati, gara-gara permintaanya Sadewa jadi seperti ini. “Halah wes lahh ndak usah sampe mbok overthinking in, ntik malem tak temenin video call sampe kamu bobok dehh.”
“Oke call.” sahut Sadewa bersemangat lalu mulai memakan burgernya.
Arabella kemudian mendecak keras.
Bisa bisanya.