Neocity School of Technology
“KEPADA SEMUA SISWA BARU, DIMOHON SEGERA MENUJU AULA UTAMA DIGEDUNG F UNTUK MENERIMA ID-CARD DAN BIMBINGAN MOPD”
Begitu aku sampai didalam gedung sekolah ini, suara speakers menggema dan menyuruh seluruh siswa baru untuk masuk kedalam aula yang aku tahu besarnya bisa ngalahin istana negara. Gaksih, ini aku yang cuma hiperbola.
Aku menoleh kearah mobil yang tadi mengantarku, menghela nafas sejenak sebelum kembali menghampiri. “Pak, pulang aja. Bilang sama Papi gak usah ngirim-ngirim bodyguard. Aku malu kalo masih dijagain,” Kataku menyuruhnya untuk segera pergi sebelum aku semakin telat untuk masuk kedalam.
“Eh, lo murid baru ya???—Wahh sama dong. Yok sama gue aja, gue gak punya temen.”
Aku yang sudah setengah jalan melangkah pun menoleh kearah sumber suara. Laki-laki. Sedikit jangkung, dengan postur yang mirip seperti atlet gulat. Entahlah, aku hanya mengangguk menanggapi kata-katanya tadi.
Laki-laki itu pun menyengir, memperlihatkan gigi kelincinya dan berjalan mendekat kearahku dengan semangat. Oh iya, aku belum ngasih tahu, disini disekolah ini semua murid baru diwajibkan tidak memakai seragam dari sekolah lama. Aku juga tidak tahu peraturan macam apa itu.
“Nama gue Yonathan, biasa dipanggil Yohan. Lo???”
“Nana.” Aku menoleh dan tersenyum menjawab pertanyaannya lalu lanjut melangkah dengan tergesa, pasalnya aula sudah dipenuhi para siswa baru. Aku tidak mau kalau harus dapat tempat duduk dipaling belakang. Gak kena AC, hahhahaha.
Seusai menyebutkan nama, aku dan Yohan diberi ID-Card dan dipersilahkan masuk. Aku mengedarkan pandang keseluruh ruangan, namun nihil, aku tidak bisa menemukan seseorang yang ku kenali disini. Aku tersentak saat jari jemari Yohan menggandengku dan menyeretku kearah gerombolan super berisik dipojok bawah AC.
“Sini duduk. Gapapalah ya rame gini daripada lo gak ada temen yang lain hehehehe.” Suara ketawanya tanpa sadar bikin aku sedikit tersenyum dan langsung mendudukkan diri dikursi samping dia. Aku melongokkan leher mengamati muka-muka siswa baru ini. Dan aku baru sadar aku duduk dibarisan para cowok.
Nggak sih, nggak sendirian. Ada satu lagi cewek duduk menyenderkan kepala dibahu cowok disampingnya, mau ngajak kenalan cuma aku lagi males jadi skip ajalah hahaha. “Oh ya, Na lo jurusan apa?? Art??? Oh atau Marketing??” Aku menggeleng menjawab pertanyaan yang dilontarkan padaku.
“Multimedia.” Jawabku, ketiga cowok disampingku menatapku dengan pandangan are you serious girl, gitu. Aku hanya mengangguk mengiyakan sebelum akhirnya membungkam mulut kala MC memulai acara.
♡♡♡♡
“Mabar lah gass. Gue main PUBG sama FREE FIRE sih.”
“Ohh lo mantannya si ituu, anjing gak nyangka.”
“Gaklah. Gak mau gue sekelas lagi sama lo.”
Begitulah kira-kira percakapan yang dapat aku dengar dengan jelas. Berisik. Nope, sangat berisik. Setelah hampir 30 menit mendengar ceramah dan tata tertib segala macam didalam aula tadi, semua murid dikumpulkan menurut jurusan masing-masing.
Sudah kubilang, aku mendaftar dijurusan Multimedia, dan kebanyakan siswanya laki-laki. Aku pikir, akan banyak ceweknya macam jurusaan sebelah yang lebih banyak cewek daripada cowok. Nyatanya, siswa perempuan dijurusan ini bisa dihitung jari, alias sedikit bangetttt.
“Baik. Perkenalkan, saya Jeffrey pembimbing jurusan ini selama 7 hari kedepan.”
Hmm ganteng, tapi aku belum menyukainya. Gak tau kalau besok.
Hahaha, iya kakak pembimbingnya ganteng, punya lesung pipi dan kulit yang putih bersih. Aku jadi insecure. Kulihat beberapa cewek disini kegirangan melihat Kak Jeffrey didepan. Aku mendecih, sejujurnya aku tidak terlalu menyukai punya banyak teman perempuan, mereka bisa saja terlihat baik didepanku dan memeras uangku dan bersikap seolah tidak mengenalku dan membicarakan keburukanku dibelakang.
Kulihat Yohan ditarik untuk maju kedepan. Dia hanya menyengir terus-terusan dan nggak bisa diam. Aku sedikit terhibur oleh tingkahnya yang sok malu-malu didepan sana, dan tak lama dia pun mengenalkan dirì. Arsenio Yonathan. Begitulah kira-kira namanya, aku tidak terlalu mendengarkan kata-katanya jadi tidak tahu kapan dia berulang tahun, entahlah aku daritadi hanya memandangi satu persatu teman sejurusanku yang maju memperkenalkan diri.
Ah itu dia, cewek yang tadi kulihat tengah menyender. Rambut panjang dan pita berwarna merah itu. Cece. Dengan sangat santai dia mengenalkan diri, tidak telihat terpesona padahal Kak Jeffrey sedang tersenyum disampingnya. Matanya menjurus menatap kearah para gerombolan super berisik disebelah kanan, aku mengikuti arah pandangannya dan sedikit mengangkat sudut bibir.
Ternyata dia punya selera yang bagus. Begitu pikirku kala aku melihat sosok cowok dengan alis super tebal tengah tertawa lebar bersama genk nya yang sejak tadi dipandangi Cece. Ya nama teman perempuan pertama yang aku akui hahaha nggak niat jahat, cuma setelah aku perhatikan semua cewek, ya terkecuali Cece, mukanya mirip pelakor semua jadi skip aja.
Setelah semuanya memperkenalkan diri, yang aku tahu jurusan Multimedia ada 58 siswa. Sekolah ini tiap tahun hanya menampung 60 siswa per jurusan, dan satu kelasnya berisi 20 siswa. Begitu yang aku baca disurat edaran yang tadi dibagikan oleh Kak Jeffrey.
Aku melangkah riang menghampiri Cece yang sudah bersama seorang cowok. “Boleh gabung gak???” Cece dan Cowok itu menoleh dan serempak tersenyum sembari mengangguk. Aku dengan semangat mendudukkaan diri didepan mereka. Iya, ini kami ada di kantin.
“Gue Nana,” Kataku memperkenalkan diri. Cowok yang bersama Cece menyengir yang mirip seperti keledai, kalau kataku.
“Iya udah tau kali. Kan tadi didepan udah perkenalan.” Jawabnya dengan bangga. Oh aku membuat kesalahan, aku tidak tahu nama cowok itu siapa. Apakah harus aku bertanya?? Nggak mau lah gengsi.
“Gue Cece. Dan ini Dery, tapi panggil aja Badrol.”
Oh wait. Aku tidak salah dengar kan?? Maksutnya, Badrol, bukankah itu nama cucu tok dalang diserial kartun upin dan ipin?? Hahahaha tapi kalau dilihat-lihat mirip juga sih.
Aku hanya tertawa mendengar itu, Dery tampak protes kearah Cece dengan mengomel dan lanjut disumpal kentang goreng oleh Cece yang sudah muak. Aku penarasan hubungan macam apa yang dijalani keduanya?? Love hate relationship?? Friends with benefit?? Aku hampir bertanya kala sosok Yohan langsung mendudukkan diri disampingku dan merangkulku membuatku bungkam dan setengah syok.
Apa-apaan cowok satu ini. Baru kenal belum genap satu hari saja sudah berani merangkul. Gimana kalau kenal sudah satu dua tahun?? Kissing?? Having sex?? Membayangkannya saja sudah membuatku ngeri.
“Haloo couple multimedia.” Kata Yohan menyapa, Cece dan Dery kompak terbahak. Yohan mengangkat alis tak paham, apa yang lucu sehingga mereka tertawa dengan begitu bahagia???
Cece meminum jus yang ku yakini sebagai jus alpukat digelasnya itu sebelum menjawab, “Nggak. Gue sama dia gak couple. Cuma kebetulan aja gue kenal, dan yaudah.”
Oh kukira mereka ada hubungan. Bukan, bukan maksutku mau menjadi pelakor dihubungan mereka, Badrol, eh bukan, Dery bukan tipeku. Kalau Yohan?? Hmmm bisa dibicarakan. Hahahaha, just kidding.
Ah aku baru teringat sesuatu, “Ce. Tadi gue liat lo ngeliatin cowok deh. Dia bukan???” Kataku sembari menunjuk kearah cowok yang duduk menyerong dari arah kami, yang tadi diperhatikan Cece saat sesi perkenalan.
Kulihat mata Cece melotot dan takut-takut melirik kearah cowok itu. “Sssttt. Diem-diem aja lu.” Katanya sembari menaruh telunjuknya dibibir, menyuruhku diam. Sepertinya tebakanku benar, dia menyukai cowok dengan alis tebal itu.
“Lo kenapa gak bareng sama geng cewek itu??” Tanyaku.
Cece menggeleng lalu mengapit lengan Dery erat. “Nope. Gue gak suka temenan sama cewek, ribet. Kalau sama lo, hayuk lahh.” Katanya sembari menaik-turunkan alisnya.
Aku bergidik, “Eww. Jangan suka sama gue. Gue masih normal.”
“Yeuuu gue juga masih normal kali. Tapi kalau pacaran sama lo kayaknya asik.”
Dery dan Yohan kompak tertawa geli. “Kalian mending sama gue aja. Mau kok gue punya keluarga poligami,” Celetuk Yohan yang langsung dapat toyoran keras dari Dery yang tidak terima.
Aku tertawa melihat wajah memelas dari Yohan. Idk, aku hari ini banyak tertawa karenanya. Ku dengar dia menggerutu saat getaran diponselku membabi buta, kulihat notifikasi bar terdapat sebuah pesan yang membuatku menghela nafas.
Mr. Kim Nanti malam ada dinner perusahan dihotel.....
Sekertaris Papi ku yang mengirim pesan. Tanpa membaca pesan tersebut, yang seperti sebelum-sebelumnya jadi aku tutup lagi aplikasi itu dan lanjut ngobrol sama Yohan, Dery, dan Cece. Oh ternyata sudah ada satu lagi orang yang datang, aku gak tau namanya tapi yang jelas mulutnya mirip petasan. Kalau ngomong suka nggak pakai tanda baca, alias nyrocos aja, mana keras banget suaranya.
“Yailah, Cas cas. Tau gitu gak usah ngeiyain.”
Cas?? Panggilan itu membuatku mengerutkan kening, dan cowok itu tampaknya peka terhadap ekspresiku yang membuat dia langsung menjulurkan tangan, meminta berjabat tangan denganku. “Lucky Nicholas, biasa dipanggil Lucas. Kalau lu mau panggil ganteng ya nggak apa sih soalnya gue ganteng.” Katanya kala tanganku balik menjabat.
Oh wow. Telapak tangannya 2x lipat lebih besar dari tanganku, nggak nyangka. Si mulut petasan keren juga saat menyibat poni panjangnya kebelakang, aku sampai ternganga tapi tak lama, soalnya aku masih waras. Mana bisa aku kuat menghadapi mulut petasan itu.
Tapi keren juga dia, kayaknya sosweet banget pembawaannya. Itu yang bisa aku jabarkan saat melihat Lucas, dia dengan gentle nya mengambilkan sendok dimeja sebrang dan menyekanyaa dengan tisu sebelum diberikan kepada Cece yang meminta tolong.
“Ayok semua kumpul lagii!!!”
Ah suara Kak Jeffrey mengganggu kegiatan mengghibahku yang tertunda akibat kehadiran Lucas dan pesan dari sekertaris Papi ku itu. Mau tak mau aku bangkit menyusul Cece dan Dery yang sudah lebih dulu berjalan. Yohan dan Lucas masih duduk-duduk saja waktu aku beranjak. Saat hendak melangkah tau-tau keduanya sudah berada di kiri kananku layaknya seorang bodyguard.
♡♡♡♡♡
Wahh bagus banget.
Satu kalimat itu yang keluar dari mulutku saat rombongan Multimedia tiba didepan Lab. Bagus banget serius. Gak salah sih bayar uang sekolah sampai ratusan juta, hahahaha. Lab disini terdapat 40 komputer yang kutahu berharga puluhan juta, dengan speck yang sangat memadai untuk ukuran anak sekolah menengah kejuruan.
“Diem-diem bae lu,” Aku menoleh kearah sumber suara, laki-laki tidak terlalu tinggi kalau dibandingkan dengan teman sejurusanku yang lain macam mulut petasan tadi, ya Lucas. “Gue Abim.”
Wtf. Ngajak kenalan kenapa lebih mirip sama ngajakin berantem?? Gak ada ekspresi sama sekali, dan yang paling penting dia nggak noleh ataupun menatapku. Wow.
“Nana.” Ku balas cuek saja, bodo amat.
“Gue kayaknya pernah lihat elo,”
What?? Pernah liat??? Sepertinya dia mengada-ngada.
“Serius?? Dimana??” Kulihat dia mengangkat bahu. Ah sialan tau gitu nggak aku tanggepin.
Kak Jeffrey menjelaskan secara rinci tata tertib masuk kedalam Lab. Ya seperti yang sudah kalian ketahui, masuk Lab nggak boleh pakai sepatu. Wtf, padahal aku sudah membayar ratusan juta untuk sekolah ini, masa tidak ada cleaning service* untuk membersihkan noda sepatu yang menempel dilantai Lab???
“Karena, saya pernah mengalami. Sewaktu musim hujan, kelas saya kedapatan jam sehari penuh didalam Lab. Otomatis sepatu basah semua, dan tidak nyaman sekali. Serius. Lantai kotor dan basah, dan bau ruangan jadi tidak enak.”
Eww membayangkan saja sudah membuatku mual. Apa jadinya bila didalam sanna penuh sepatu basah dan.. oh my god kaos kaki basah. Ewwhhh. Sekarang aku mengerti alasan tidak diperbolehkannya sepatu masuk kedalam Lab.
Kulihat ada satu cowok yang masuk tanpa melepas sepatu yang sudah diberi tahu oleh Kak Jeffrey tadi. Entahlah, aku juga bingung, ini sekolah internasional kenapa masih ada orang yang begitu. Idk, aku nggak tahu namanya, aku nggak mau kenalan. Mukanyaa mirip jamet.
Aku daritadi mengekori Cece dan Dery yang senantiasa bergandengan. Oh jangan lupakan sosok Abim yang jadi mengikuti ku seperti sasaeng fans. Kulirik dia sekilas yang sedang sibuk bermain ponsel, ku beri tahu, kami sekarang tengah berjalan dilorong yang semakin ramai karena bersamaan dengan waktu istirahat para kakak kelas. Aku sangat ngeri membayangkan ponsel mahalnya jatuh dan tak berbentuk saat tak sengaja bersenggolan dengan seseorang.
“Na. Tukeran whatsapp yukk,” Aku mendongak menatap Cece yang menyodorkan ponselnya yang dilapisi case berwarna hitam putih dengan bunga daisy ditengah itu. Kami kini duduk diselasar gasebo taman saat Kak Jeffrey pamit sebentar ke kamar mandi.
Aku dengan senang hati meraih ponselnya dan mengetikkan nomorku. Setelah selesai ku kembalikan ponsel itu kepada Cece, namun 3 ponsel lain mengantre. Kulirik tangan-tangan itu yang ternyata, Abim, Dery, dan Yohan??? Sejak kapan cowok itu disini??? Kutarik satu persatu ponselnya dan mengetikkan nomor yang sama. Tak lama kemudian ponselku bergetar dengan bar-bar.
Kutatap Yohan dengan kesal, ya bagaimana tidak kesal. Dia menyepam whatsapp ku dengan chat tidak bermutu, apalagi sudah jelas-jelas wajahnya dapat kulihat dekat. Dia hanya menyengir memperhatikan gigi kelincinya itu.
♡♡♡♡♡
Jam setengah dua siang. Waktunya pulang, jurusan kami dibubarkan oleh guru ketua jurusan yang aku bisa bilang masih terlihat muda. Namanya Pak Jay, kurasa masih single, ada yang mau mendaftar?? Hahaha jangan, mukanya galak.
Cece dan Dery pamit terlebih dahulu menuju motor Dery, ah kupikir seorang Dery bakalan naik motor matic, taunya gahar seperti yang dimiliki Lucas. Kulihat Dery merogoh tasnya dan mengeluarkan jaket?? Oh wait apakah bakal dipakaikan dipinggang Cece seperti didrama-drama teenage romance yang biasa ku tonton??
Hmm seperti ya, Cece ditariknya mendekat kala sedang memasang helm. Wahh, aku jadi iri. Mataku menatap nanar ponsel digenggamanku, supir yang tadi mengantarku mendapat musibah yaitu ban mobil bocor jadi aku harus bersabar dan menunggu sedikit lama. Namun tiba-tiba sebuah motor sport berwarna hitam itu mendekat.
“Kenapa belom pulang?? Gak ada yang jemput??”
Ck. Kau pikir seorang Nana tidak ada yang jemput?? Ya benar sih, tapikan.... Ah sudahlah lebih baik aku mengangguk, siapatahu ditawari tebengan. Hahhahaha.
“Yaudah yok gue antar,”
Tuhkan apa kataku. Pesonaku memang tidak bisa ditolak begitu saja. Cowok itu, Yohan, turun dari motor dan melepas jaket yang dipakainya. Dia menarikku mendekat, tangannya dengan lihai memasang jaket itu dipinggangku dan setelahnya membuka tas, menarik bucket hat hitam darisana.
“Nih. Pake ini dulu ya. Gue gak bawa helm lagi, besok-besok gue beliin deh.”
Cihh dikira aku bakal mengangguk mengiyakan?? Yaiyalahh gila kali menolak rejeki. Hahahaha super gak tahu diri ya aku ini, tapi bodoamatlah ya apa kata orang. Yang penting aku senang dan bahagia.