End of story
Agam Birendra
begitulah namanya, seorang pemuda yang berada dalam satu kampus denganku, namun kami berbeda fakultas.
Agam, begitulah teman-temannya memanggil dan tentu saja aku juga memanggil nya seperti itu.
Aku dengar orangtua Agam sudah bercerai sejak saat dia duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas, hidupnya yang suram dimulai sejak saat itu. Agam hidup bersama dengan Ayahnya yang setiap hari harus bekerja dan tak kenal waktu, bahkan Agam jarang bertemu dengan Ayahnya.
Agam adalah pemuda yang sangat pemarah dan angkuh, namun dia memiliki sisi yang sangat sensitif dan itu jika menyangkut tentang sang Ibu. Dirinya kini harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa lagi untuk meminta pelukan Ibunya sepanjang waktu.
Tidak ada yang dijadikan sandaran oleh Agam, dia hanya memiliki teman-temannya yang selalu ada untuk menghibur Agam meskipun menurutku itu adalah cara yang salah karena mereka selalu mengajak Agam untuk pergi ke bar untuk menegak minuman ber alkohol.
Sejak saat itu aku telah mengetahui bahwa Agam adalah anak yang menyedihkan, bagaimana tidak? dia sama sekali tidak memiliki tempat untung pulang, dan tidak ada seorang pun yang bisa dijadikannya tempat sampah untuk membuang seluruh kepedihan yang di pikulnya.
Aku mencoba untuk masuk ke dalam kehidupan Agam, aku ingin membuat dirinya berbagi masalah denganku, meskipun aku tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk Agam.
Saat aku mengetahui bahwa Agam dan teman-temannya memainkan sesuatu yang sangat menjijikkan, aku pun memutuskan untuk bertanya kepada Agam bagaimana taruhan itu bisa terjadi, dan mengapa harus aku yang menjadi target mereka.
Saat ini kami berada di sebuah danau yang berada tidak jauh dari area kampus, kami duduk dibawah pohon yang cukup besar dan aku mulai menanyakan apa yang ingin aku tanyakan pada Agam.
Dia membenarkan apa yang aku tanyakan kepada dirinya, dia menjelaskan bagaimana ini semua bisa terjadi, namun ini semua telah berakhir karena Agam menyerah untuk permainan bodoh ini.
“Aku tidak mau bermain permainan konyol seperti ini dengan mereka” Tutur Agam kepadaku yang kini memandanginya dengan intens.
Aku bertanya mengapa dia tidak melanjutkan permainan ini, dan aku juga memberitahu kalau sedikit lagi dia bisa memenangkan permainan ini.
Agam nampak kebingungan dengan ucapanku, karena secara tidak langsung aku mengatakan bahwa aku menyukainya.
Aku memang menyukai Agam, sebagaimana aku ingin menjadi rumah untuknya sekaligus menjadi tempat sampah untuk Agam. Aku mengatakan itu semua pada Agam.
Hingga dia menghela nafasnya sangat panjang, dia kini mulai membuka dirinya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya maupun keluarga yang sudah retak beberapa tahun yang lalu.
Aku mendengarkan apa yang sedang Agam bicarakan dan secara tidak sadar air mataku mengalir dengan sendirinya. Berat sekali memang kehidupan yang telah dijalani oleh Agam selama ini. Seraya memegang bahu Agam, aku pun memeluknya dan menenangkan dia.
“terimakasih”, ucapnya di sela pelukan kami.
Malam sudah lumayan larut dan kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, Agam juga mengantarku pulang hari ini dia membawa motor Ducati nya yang berwarna merah itu.
Hembusan angin malam yang dingin dan juga jalanan yang sudah lumayan sepi hanya menyisakan lampu jalan yang menghiasi perjalanan kami menuju rumah.
Mengapa Agam mengendarai motornya sangat kencang sekali? Bahkan jalanan ini sepi dan kurasa tidak perlu terburu-buru dia juga tidak mengenakan helm nya dan bahkan memberikan benda itu kepadaku.
“hey, bukannya terlalu kencang?” ucapku.
Dia bertanya apa aku ketakutan dan aku menjawab tentu saja, bisa kau pelankan sedikit saja?
“Baiklah, kalo begitu bisa ucapkan kalo kamu sayang sama aku?” Agam berbicara dengan sedikit tertawa karena melihat aku ketakutan
“Tentu saja aku menyayangimu, aku juga suka padamu dan sekarang apa kamu bisa mengurangi kecepatan motormu?” Ucapku yang masih ketakutan.
“Peluk aku” tambahnya
Aku langsung memeluknya dan menenggelamkan kepalaku di punggung Agam
“Lebih erat, lebih erat lagi dari yang tadi” Sahutnya yang kini dengan nada yang dalam
Aku mengencangkan pelukan ku kepada Agam, dia tidak mengurangi kecepatannya.
“Agra, terimakasih aku mencintaim—”
Maris Agra
Halo Agra, ini Agam, mungkin kalau kamu sudah membaca surat ini aku sudah tidak ada, karena surat ini aku buat memang untuk dibaca ketika aku sudah mengakhiri hidupku.
Gra, sorry ya selama ini aku selalu bersikap angkuh sama kamu bahkan aku sudah sangat lancang membiarkanmu dipermainkan oleh teman-temanku, aku sangat menyesal.
Terimakasih karena selama ini kamu sudah hadir dalam hidupku, terimakasih untuk waktu yang singkat itu. Terimakasih karena sudah memberikan aku apa arti rumah yang sebenarnya.
Bahagia ya Agra, semoga kamu selalu di kelilingi oleh orang-orang baik dan semoga hidup mu selalu bahagia dan semoga kamu dipertemukan dengan seseorang yang sangat mencintaimu dengan sepenuh hati
Thankyou and I love u Maris Agra.
with love, Agam Birendra
Pada malam itu, kecelakaan yang tidak bisa kami hindari.
Dan pada malam itu juga, Agam Birendra. Pemuda yang aku sayangi meninggal di tempat kejadian.
Iya, kalian tidak salah membaca dan kalian tidak sedang bermimpi. Agam sudah meninggal karena benturan yang sangat keras di kepalanya, karena pada saat itu Agam tidak memakai helm nya.
Terimakasih Agam, kamu adalah salah satu ciptaan Tuhan yang sangat aku sayangi. Jaga diriku dari atas sana ya Gam. I love u
HOME END
©itsbiublee